Pengamat: Komunikasi Politik yang Dilakukan Jokowi Tidak Lazim
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio menilai gaya komunikasi politik Jokowi tidak lazim
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio menilai gaya komunikasi politik Jokowi tidak lazim ketika menyatakan politik genderuwo.
Apalagi Jokowi saat ini sebagai calon presiden petahana dalam Pilpres 2019.
"Memang sebagai petahana komunikasi politik yang dilakukan Jokowi tidak lazim," ujar pendiri lembaga survei KedaiKOPI ini kepada Tribunnews.com, Jumat (9/11/2018).
Baca: Peneliti LIPI: Saya Tidak Tahu, Kenapa Presiden Jokowi Jadi Agresif Begitu
Bila mengacu pada teori fungsi kampanye, Hendri Satrio menjelaskan, seharusnya Jokowi mempromosikan diri (acclaim) atau minimal bertahan (defense).
"Bukan ikut attack atau menyerang," ujar Hendri Satrio.
Dia menilai, pernyataan Jokowi terkait politik genderuwo dan sebelumnya politik sontoloyo sebagai bentuk gaya komunikasi menyerang dari seorang petahana.
Kondisi ini menurut Hendri Satrio, bisa terjadi karena 3 hal.
Pertama, Jokowi terpengaruh buzzer atau pembisiknya sehingga terpancing.
Baca: Arah Dukungan PBB dalam Pilpres 2019 Akan Disampaikan Setelah Rakernas
Kedua, kubu Jokowi panik sehingga memaksakan diri keluar.
"Karena percaya bahwa pertahanan terbaik adalah menyerang," jelasnya.
Terakhir, memang aslinya gaya komunikasi politik Jokowi yang agresif sehingga memang inginnya muncul di permukaan.
Presiden Jokowi saat melakukan kunjungan di Kabupaten Tegal, Jumat (9/11/2018), sempat menyindir politikus yang doyan menyebar propaganda dan ketakutan kepada masyarakat di tahun politik ini.
Ia menyebutnya sebagai politikus gerenduwo (genderuwo).
"Ya politikus gerenduwo itu yang melakukan cara- cara berpolitik dengan propaganda. Menakut- nakuti dan menimbulkan kekhawatiran di masyarakat," kata Jokowi.
Jokowi mengemukakan saat ini banyak politikus yang sering melontarkan pernyataan-pernyataan yang menakutkan dan menimbulkan keresahan di masyarakat.
"Coba lihat politik dengan propaganda menakutkan. Membuat takut dan kekhawatiran. Setelah itu membuat sebuah ketidakpastian. Kemudian menjadi keragu raguan di masyarakat," ucapnya.