Ace Hasan Syadzily: Mana Bisa Jokowi Otoriter di Tengah Sistem Politik Demokratis
Menurut Ace Hasan Syadzily, bagaimana bisa Jokowi otoriter dalam sistem politik yang demokratis
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kordinator Bidang Komunikasi, Media, dan Penggalangan Opini Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mempertanyakan penilaian pengamat asing yang menyebut Jokowi otoriter.
Menurut Ace Hasan Syadzily, bagaimana bisa Jokowi otoriter dalam sistem politik yang demokratis.
Baca: Jokowi Disebut Jadi Otoriter oleh Pengamat Asing, Fahri Hamzah Ingatkan Ini pada Timsesnya
"Bagaimana bisa dikatakan bahwa Pak Jokowi itu otoriter di tengah sistem politik yang sangat demokratis? Kebebasan pers yang luar biasa, kontrol yang sangat kuat dari parlemen, belum lagi soal kebebasan di sosial media yang luar biasa, militer yang bekerja dalam supremasi politik sipil dan lain-lain," kata Ace Hasan Syadzily saat dihubungi, Rabu, (14/11/2018).
Ace mengatakan dalam kepemimpinan Jokowi tidak ada sama sekali kekerasan yang dilakukan oleh negara. Tidak ada tindakan represif negera terhadap suatu kelompok tertentu.
"Apalagi cara-cara pembungkaman dengan penculikan," katanya.
Bila soal pencabutan badan hukum organisasi Hizbut Tahrir Indonesia ( HTI), Ace mengatakan hal tersebut sudah sesuai dengan mekanisme demokratis dan hukum yang berlaku.
Tindakan keras terhadap keberadaan HTI juga diterapkan oleh negara lain.
"Di banyak negara, HT (Hizbut Tahrir) sudah banyak yang melarang. Di negara tempat lahirnya HT, Yordania, juga dilarang. Di Prancis saja sebagai negara yang demokratis, aktivis HT diawasi. Selagi proses yang dilakukan melalui proses yang demokratis, menurut saya, Pak Jokowi tidaklah dikatakan otoriter," pungkasnya.
Belakangan ini, ramai sejumlah publikasi kajian dan artikel yang ditulis pengamat asing yang menyebut Presiden Jokowi kini jadi seorang yang otoriter.
Hal itu disampaikan oleh pengamat asing, Matthew Busch dalam artikelnya yang berjudul Jokowi's Panicky Politics, yang ditulis di laman Majalah Public Affairs.
“Sekarang para kritikus dan para pendukung Jokowi sama-sama bertanya, seberapa aman sebenarnya (demokrasi) Indonesia dari kemunduran menjadi negara otoriter,” tulisnya.
Dilansir dari laman hersubenoarief.com, para pengamat asing menunjuk tindakan Jokowi membubarkan HTI, pembubaran berbagai aksi gerakan #2019GantiPresiden, penggunaan instrumen hukum untuk menekan lawan politik, dan pelibatan kembali militer dalam politik sebagai indikator perubahan arah dan gaya pemerintahan Jokowi.
Baca: Gerindra: Tim Jokowi Menyibukkan Kami dengan Hal-hal Kecil
“Jokowi terbukti menjadi pemimpin yang tidak sabar dan reaktif. Dia dengan mudah tersentak oleh ancaman politik, dan seperti banyak politisi Indonesia, tampaknya nyaman menggunakan alat-alat tidak liberal untuk mempertahankan posisi politiknya,” tulis Eve Warburton dan Edward Aspinall dalam artikel berjudul “Indonesian democracy: from stagnation to regression? di laman The Strategist yang diterbitkan Australian Strategic Policy Institut (ASPI).
Tak hanya pendapat kedua pengamat itu, penulis juga menyertakan analisis dari pengamat lainnya, yang mana isinya hampir seragam.