Pengamat Sebut Kata Sontoloyo dan Tampang Boyolali Sebagai Jargon Politik Untuk Kepentingan Kampanye
Hamdi Muluk menilai diksi politisi sontoloyo, politisi genderuwo, hingga tampang Boyolali lebih tepat disebut sebagai political jargon.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Psikologi Politik UI Hamdi Muluk menilai diksi politisi sontoloyo, politik genderuwo, hingga tampang Boyolali lebih tepat disebut sebagai political jargon.
Diketahui, calon presiden nomor urut 01, Joko Widodo sebelumnya melontarkan kata politisi sontoloyo dan politisi genderuwo.
Sementara Prabowo Subianto sempat melontarkan kata tampang Boyolali.
Baca: Megawati: Kasihan Prabowo, Kenapa Orang di Lingkungannya Seperti Itu
"Memang betul diksi itu pemilihan kata tertentu dilihat dalam political jargon atau dalam bidang saya political retoric. Mungkin selama ini Jargon mungkin lebih tepat," kata Hamdi dalam diskusi bertema 'Perang Diksi Antar Kandidat' yang digelar Populi Center di kawasan Slipi, Jakarta Barat, Kamis (15/11/2018).
Hamdi menyebut, diksi itu digunakan kedua kubu calon presiden untuk mendapat perhatian dari warga dengan sesuatu yang menarik.
Baca: Polisi Temukan Celana Panjang Terduga Pembunuh yang Berlumuran Darah
Lewat jargon-jargon tertentu tersebut, lanjut Hamdi, mereka kemudian dikenal masyarakat.
"Political jargon demi kepentingan campaign," jelasnya.
Ia menyebut, dengan adanya political jargon untuk mempersuasi orang, mereka akan dikenal masyarakat.
Baca: Terduga Pelaku Pembunuhan Satu Keluarga di Bekasi Ditangkap, Mobil Korban Ditemukan di Kos Cikarang
Dengan begitu, mereka akan dengan mudah masuk untuk mempromosikan program mereka.
Ia mencontoh iklan satu perusahaan mie instant di televisi, karena menarik perhatian warga, warga akan mencari lalu membeli dan mengkonsumsinya.
Baca: Terduga Pelaku Pembunuhan Satu Keluarga di Bekasi Sewa Indekos dan Titipkan Mobil Pada Hari Kejadian
Dengan begitu, jargon demi jargon yang dikeluarkan kedua kubu dapat selalu diingat para pemilih.
"Kampanye aktor politik itu melakukan usaha persuasi terkait banyak hal. Contoh iklan itu nyuruh anda beli mie instan tertentu untuk pilih dan beli begitu juga dengan parpol," katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.