Perang Isu Terbukti Tak Mampu Tingkatkan Elektabilitas Capres
Rully mengatakan hadirnya basis massa yang militan membuat suara kedua paslon tak bisa digoyahkan dengan isu yang sembarangan.
Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perang isu mewarnai dua bulan pertama kampanye Pilpres 2019 mulai dari isu Hoaks Ratna Sarumpaet, pembakaran bendera di Jawa Barat, tampang Boyolali, politik sontoloyo, politik genderuwo, dan lain sebagainya.
Menurut peneliti senior LSI (Lingkaran Survei Indonesia) Denny JA, Rully Akbar menegaskan bahwa perang isu yang dimainkan ternyata tak mampu meningkatkan elektabilitas calon presiden dan calon wakil presiden.
Hal itu terlihat dari hasil survei yang dirilis LSI Denny JA hari ini, Kamis (6/12/2018) di mana Joko Widodo-Ma’ruf Amin masih memimpin 53,2 persen berbanding 31,2 persen milik Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, sementara 15,6 persen lainnya belum memutuskan.
“Kalau dilihat sekarang memang permainan isu terbukti tak mampu meningkatkan elektabilitas, bahkan isu hoaks Ratna Sarumpaet pun tak mampu mengubah secara signifikan peta elektabilitas Prabowo-Sandiaga maupun kepada Jokowi-Ma’ruf Amin,” jelas Rully Akbar di Kantor LSI Denny JA, Rawamangun, Jakarta Timur.
Baca: Tanggapi Polemik Ceramah Habib Bahar, Deddy Corbuzier Singgung Atta Halilintar dan Ria Ricis
Rully mengatakan hadirnya basis massa yang militan membuat suara kedua paslon tak bisa digoyahkan dengan isu yang sembarangan.
Baca: Kubu Jokowi: Karakter Prabowo Ingin Mendikte Media Muncul
“Ada sekitar 20-30 persen suara militan dari masing-masing kubu yang tak bisa digoyahkan dengan isu remeh-temeh,” imbuhnya.
Oleh karena itu Rully berpendapat sudah waktunya kedua belah paslon untuk menyampaikan visi dan misi melalui program-program konkret untuk merebut suara paslon lawan maupun swing-voters.
“Kalau sudah masuk ranah program maka masyarakat bisa melihat diferensiasi antara kedua paslon, Jokowi diuntungkan karena sedang menjabat sebagai presiden sehingga bisa menunjukkan prestasinya,” ujar Rully.
“Kemudian Prabowo bisa mencari alternatif lain dari kebijakan-kebijakan yang sudah ditelurkan Jokowi dan yang lebih menarik serta dirasa masyarakat tepat untuk memecahkan suatu persoalan,” pungkasnya.