Pena 98 Tegaskan Tolak Calon Presiden Terduga Pelanggar HAM
Aktivis 98 yang tergabung dalam Presidium Nasional Persatuan Nasional Aktivis 98 menolak calon presiden (capres) yang diduga terlibat pelanggaran HAM
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah aktivis 98 yang tergabung dalam Presidium Nasional Persatuan Nasional Aktivis 98 (Pena 98) menegaskan sikap menolak calon presiden (capres) yang diduga terlibat dalam pelanggaran HAM.
Pena 98 juga menolak capres yang diduga menguasai konsesi tanah dalam skala besar atau tuan tanah di Indonesia.
Selain itu, mereka secara tegas juga menolak kebangkitan keluarga Cendana.
Baca: Polisi Ciduk Bandar Judi Togel yang Kerap Resahkan Warga Perum Pondok Tanah Mas Wanasari
Hal itu disampaikan Presidium Pena 98 DKI Jakarta, Fendy Mugni dalam konferensi pers di Graha Pena 98, Jakarta, Kamis (14/3/2019).
"Kami menolak capres pelanggar HAM, kami menolak tuan tanah jadi presiden dan kami menolak dengan tegas keluarga Cendana berkuasa," kata Fendy Mugni.
Fendy mengungkapkan alasan pihaknya menolak capres pelanggar HAM, dan tuan tanah serta menolak kebangkitan keluarga Cendana dalam Pilpres 2019 ini.
Baca: 10 Puzzel Gambar untuk Uji Daya Ingat dan Fokusmu, Berapa Banyak yang Kamu Tebak dengan Benar ?
Ia menyebut, pemimpin Indonesia harus bersih dari catatan kelam pelanggaran HAM dan dosa masa lalu.
Sebab, keterkaitan bahkan keterlibatan capres dalam kasus pelanggaran HAM berat masa lalu akan menjadi contoh buruk ancaman bagi masa depan demokrasi, negara dan rakyat Indonesia.
Baca: Akan Keluarkan Busana Terbaru, Tities Sapoetra Jadikan Ririn Ekawati dan Nindy Ayunda Model
"Kami tidak ingin anak-anak kami harus mengalami peristiwa-peristiwa berdarah, penculikan, intimidasi, teror dan penindasan serta pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu. Kami tidak sudi, bangsa ini mengotori sejarahnya dengan membenarkan pelanggar HAM terbebas dari hukuman dan bahkan dibiarkan menjadi pemimpin negeri ini," jelasnya.
Fendy menambahkan, salah satu cita-cita reformasi yang diperjuangkan pihaknya dan para aktivis pro demokrasi lainnya pada 1998 adalah reforma agraria.
Untuk itu, Pena 98 meyakini cita-cita tersebut tidak akan terwujud bila Indonesia dipimpin oleh presiden yang menguasai konsensi lahan besar.
"Bayangkan jika segelintir orang menguasai tanah di republik ini di tengah kemiskinan yang ada. Salah satu cita-cita dari perjuangan kami adalah reforma agraria itu tidak akan terwujud dengan calon presiden yang mengkooptasi sekian juta hektar tanah," terangnya.
Lebih lanjut, Fendy mengatakan, para aktivis 98 berjuang untuk menolak rezim Orde Baru.