3 Kartu Jokowi Disebut Absurd, BPN Tegaskan dalam Soal Pemerintahan Prabowo Lebih Unggul
Nizar Zahro menyebut, Prabowo Subianto akan unggul dalam tema pemerintahan saat debat keempat Pilpres 2019.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jelang pemilihan presiden (Pilpres), 17 April 2019 mendatang, kandidat petahana, Joko Widodo kembali mengenalkan tiga kartu sakti.
Ketiganya ialah Kartu Sembako Mura, KIP Kuliah dan Kartu Pra-Kerja.
Kendati demikian, analis ekonomi politik, Kusfiardi menilai petahana inkonsisten.
Dalam kicauannya di akun Twitter, 14 Desember 2018 silam, Presiden Joko Widodo sempat mengatakan 'kalau mau menyenangnkan semua orang, tinggal menyebar subsidi, bansos atau BLT sebanyak-banyaknya. Tapi jangan mendidik masyarakat dengan hal-hal instan. Kita bangun pondasi dan pilar kokoh, meski prosesnya pahit dan sakit, agar bangsa ini kuat dan tak mudah terseret gelombang.'
Postingan itupun di retweet netizen hingga lebih dari 12 ribu kali.
"Kartu-kartu, semuanya adalah instrumen menyenangkan semua orang, dengan cara menyebar subsidi, bansos, atau BLT sebanyak-banyaknya," kata Kusfiardi di Jakarta, Kamis (28/3/2019).
Co Founder FINE Institute ini menambahkan, tiga kartu yang ditawarkan capres petahana sebagai sesuatu yang absurd.
Menurutnya, jika memang ingi melanjutkan kepemimpinan, fokus kerja pemerintah ialah upaya menurunkan harga-harga bahan pokok dan menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya.
Selain itu, Kusfiardi menyebut bagi-bagi kartu tak ubahnya jalan pintas, dengan semangat mengejar populisme.
Dirinya pun mengingatkan dampak jika program kartu-kartu milik petahana digunakan untuk mengakali kinerja, terutama dalam hal menurunkan angka kemiskinan.
Merujuk studi Bank Dunia, bansos yang diterima sampai dengan 25 persen dari pengeluaran perkapita per bulan akan mampu meningkatkan konsumsi pengeluaran perkapita sampai 22,4 persen dan dapat menurunkan angka kemiskinan sampai 3 persen.
Meski demikian, turunnya angka kemiskinan dengan instrumen bansos dipandang sangat ringkih, karena tidak menyelesaikan persoalan pokok terkait kemiskinan.
"Di antaranya adalah soal penciptaan lapangan kerja dan stabilitas harga kebutuhan pokok," katanya.