Update Kasus Surat Suara Tercoblos di Malaysia, Semua Pihak Harus Terlibat Awasi Pemilu
Penemuan ratusan kantong hitam dan putih yang diduga berisikan kertas surat suara Pemilu 2019 di rumah toko Kajang dan Bangi menjadi viral
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM, KUALA LUMPUR - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merekomendasikan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan pemungutan suara ulang di Malaysia.
Dalam pertimbangannya, Bawaslu menyebut Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) terbukti secara sah dan meyakinkan tidak menjalankan tugas secara objektif, transparan dan profesional.
Duta Besar Malaysia juga bertanggungjawab atas peristiwa ini.
Menyikapi rekomendasi tersebut, Direktur Eksekutif Lembaga Survei Kedai Kopi, Kunto Adi Wibowo mengapresiasi Bawaslu.
Menurutnya, hal ini untuk menjamin terciptanya Pemilu yang berkualitas.
“Walaupun kalau kita lihat, respon dan rekomendasi Bawaslu sedikit terlambat,” karta Kunto di Jakarta, Selasa (16/4/2019).
Keterlambatan ini kata Kunto yang membuat terlanjur tersebarnya narasi spekulatif di akar rumput, dan sekaligus sempat menciptakan keraguan di masyarakat terkait apakah Pemilu berjalan dengan jujur atau tidak.
Kunto menjelaskan apa yang terjadi di Malaysia, menunjukkan secara gamblang bahwa terdapat problem perencanaan dalam Pemilu 2019.
“Lubang-lubang yang memungkinkan pihak-pihak tertentu memanfaatkannya. Apalagi kita bisa melihat apa yang terjadi di Malaysia menguntungkan salah satu kandidat,” ujarnya.
Kunto menuturkan, isu logistik, distribusi, dan perencaan lainnya menjadi hal yang patut dievaluasi berdasarkan apa yang terjadi dalam Pemilu di Luar Negeri.
Tidak hanya kecurangan, publik juga dapat melihat berbagai indikasi buruknya persiapan seperti antrian yang mengular, kericuhan di TPS dan lain sebagainya.
“Evaluasi yang mestinya bisa memberikan pelajaran untuk pelaksanaan Pemilu di dalam negeri. Bahwa KPU, Bawaslu dan berbagai elemen lainnya tidak boleh lalai dan harus sigap mengantisipasi berbagai skenario yang ada,” katanya.
Belajar dari kasus Malaysia pula, Kunto meminta Panitia Pemilu harus bisa menjamin tidak adanya politik uang, pemalsuan atau atau penyalahgunaan dokumen, perampasan kartu suara, penyalahgunaan kartu suara dan pembelian kartu suara.
Kesiapan dan kesigapan KPU dan Bawaslu nantinya bisa mengikis spekulasi masyarakat, bahwa di Pemilu ini terdapat kecurangan sistematis.
Kesigapan semua pihak juga menjadi kesempatan untuk mempersatukan bangsa, yang pada masa kampanye telah mengalami polarasi
“Namun tentu saja KPU dan Bawaslu tidak dapat bergerak sendiri, diperlukan partisipasi dari berbagai elemen masyarakat, termasuk TNI dan Polri untuk mengawasi berjalannya Pemilu,” ujarnya.
Sebelumnya, Polisi Diraja Malaysia (PDRM) siap bekerja sama dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) terkait penemuan sejumlah dokumen yang diduga mempunyai kaitan dengan Pemilu 2019 di Kajang, Selangor dan Bangi.
Dalam pernyataannya, Selasa (16/4/2019), Kepala PDRM Irjen Tan Sri Mohamad Fuzi Harun mengatakan, walaupun kasus itu tidak mengakibatkan pelanggaran Undang-Undang Malaysia, PDRM melakukan penyelidikan untuk menentukan bentuk tindakan yang bisa diambil untuk membantu Pemerintah Indonesia.
Penemuan ratusan kantong hitam dan putih yang diduga berisikan kertas surat suara Pemilu 2019 di rumah toko Kajang dan Bangi menjadi viral di sosial media Kamis lalu.
Sementara itu, anggota Bawaslu RI Rahmad Bagja dan Ketua Panwaslu Yaza Azzahara kemarin telah berkunjung ke Kepolisian Kajang dan bertemu dengan DSP Mohamad Sukardi dan ASP Radzee.
"PDRM telah mengambil perhatian khusus terkait laporan masyarakat terhadap dugaan penyalahgunaan surat suara," kata Yaza Azzahara ketika dimintai tanggapan, seperti dikutip Antara.
Baca: Polisi Limpahkan 4 Tersangka dan Barbuk Kasus Hoaks 7 Kontainer Surat Suara Tercoblos ke JPU
Langkah yang sedang dilakukan, ujar dia, adalah melakukan koordinasi yang intensif antara PDRM dan Polri untuk segera menyerahkan dokumen yang diduga surat suara karena saat ini berada di Kantor Polisi (IPD) Kajang.
"Pihak Indonesia dalam hal ini KPU dan Bawaslu ingin melihat secara fisik barang bukti," katanya lagi.
Yaza mengatakan, pihak PDRM waktu itu mengatakan, pihaknya sebenarnya takut karena barang dokumen tersebut sensitif.
"Kami harus ada arahan dari Kepala PDRM. Dalam hal ini mohon KBRI berkirim surat," katanya lagi.
Yaza mengatakan, KBRI sudah berkirim surat pada Sabtu (13/4), untuk meminta pengembalian dokumen.
Namun, pihak PDRM mengatakan, tidak mungkin selesai hingga Rabu (17/4).
"Mereka mengatakan akan dikeluarkan sesuai arahan IJP (Inspektur Jenderal Polisi) karena sudah ada di meja IJP atau Kepala PDRM," katanya.