Tim Advokasi dan Hukum BPN Sebut Lembaga Survei Lakukan Penggiringan Opini
Djamaludin Koedoeboen, menuding lembaga-lembaga survei sedang berupaya membentuk opini publik.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
"Kami dari BPN Prabowo-Sandi khususnya tim advokasi dan hukum ke KPU RI melaporkan beberapa rekan-rekan atau lembaga survei yang selama ini atau beberapa kurun waktu, berapa hari ini menyiarkan berita-berita yang tidak benar, hoaks, dan bahkan menyesatkan," kata Djamaluddin, ditemui di kantor KPU RI, Jakarta Pusat, pada Kamis (18/4/2019).
Baca: Fahri Hamzah Klaim Prabowo-Sandiaga Menang Mutlak jika Pilpres 2019 Anut Sistem Pemilu Amerika
Dia menuding terdapat beberapa lembaga survei yang telah berpihak dan tidak profesional karena mengeluarkan hasil hitung cepat atau quick count Pilpres 2019.
Menurut dia, hasil penghitungan cepat lembaga survei di beberapa media TV nasional menunjukkan fakta di lapangan sangat berbeda apa yang sesungguhnya ada dengan apa yang disampaikan lembaga survei tersebut.
"Adanya beberapa lembaga survei yang sejak beberapa bulan berlalu telah berpihak kepada paslon capres tertentu, sebagaimana dugaan kami, bahkan terkesan menjadi tim sukses dari paslon tertentu," kata dia.
Baca: Prabowo Terima Sejumlah Purnawirawan di Kediamannya
Atas dasar itu, dia meminta, supaya KPU RI menjatuhkan sanksi terhadap lembaga survei tersebut.
"Itu yang membuat mengapa BPN Prabowo-Sandi mendatangi KPU RI. Dan setelah itu kami ke KPU RI lagi memberikan surat yang sama agar memberikan sanksi, karena memang dimungkinkan memberikan sanksi kepada rekan-rekan yang memberikan survei lebih awal," katanya.
Dilaporkan ke Bareskrim
Koalisi Aktivis Masyarakat Anti Hoaks dan Korupsi (KAMAHK) melaporkan enam lembaga survei yang merilis hitung cepat (quick count) dan exit poll Pemilu 2019 ke Bareskrim Polri, Kamis (18/4/2019).
Lembaga yang dilaporkan antara lain, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Indo Barometer, Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC), Charta Politika Indonesia, serta Poltracking Indonesia.
Kuasa Hukum KAMAHK, Pitra Romadoni, mengatakan pihaknya mengajukan laporan delik aduan, dimana enam lembaga survei itu diduga melakukan kebohongan publik dan melanggar Pasal 28 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Baca: Inilah Jadwal dan Alur Perhitungan Suara Pemilu 2019 KPU dari TPS hingga Nasional
"Terhadap hal ini kami meminta pihak Bareskrim Polri agar mengusut tuntas permasalahan hasil survei ini. Karena hasil survei ini banyak membingungkan masyarakat kita, khususnya quick count dari lembaga survei ini," ujar Pitra, di Bareskrim Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (18/4/2019).
Ia menjelaskan jika kebenaran hasil hitung cepat lembaga survei itu tidak dapat dipertanggungjawabkan secara real count seperti penghitungan dari pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
Menurutnya, lembaga-lembaga survei itu hanya memperoleh sampel dari 2.000 TPS, sehingga hal itu tidak mewakili secara keseluruhan pemungutan suara.
Baca: Soal Hitung Cepat, Ganjar: Semua Harus Tunggu Hasil KPU
Pitra pun mempertanyakan dimana saja lokasi lembaga survei ini mengambil sampel TPS.
Baca: Kelelahan Mengawal Kotak Suara Anggota Polsek Cileunyi Bandung Saepudin Meninggal di RS Ujung Berung