Pemilu 2019 Tidak Efektif, Bamsoet: Tidak Ada Salahnya Coba E-Voting
sejak awal sudah dikalkulasi sekaligus diingatkan bahwa Pemilu serentak 2019 memuat volume pekerjaan yang sangat besar
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan perlu evaluasi terhadap tata kelola Pemilu sekarang ini. Pasalnya Pemilu 2019 yang berlangsung serentak antara Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden telah menelan banyak korban terutama petugas KPPS.
"Terpenting dilakukan sekarang adalah evaluasi, menemukan titik lemah atau kekeliruan dan kemudian bersama-sama memperbaiki manajemen Pemilu agar dikemudian hari lebih efektif dan efisien," pungkasnya," katanya di Jakarta, Minggu, (5/5/2019).
Menurut Bamsoet sejak awal sudah dikalkulasi sekaligus diingatkan bahwa Pemilu serentak 2019 memuat volume pekerjaan yang sangat besar dan rumit, karena memilih presiden (Pilpres) dan memilih anggota legislatif (Pileg) dilakukan serentak.
Bagaimana tidak, lima agenda pemilihan dilaksanakan bersamaan dan langsung. Pada Pemilu serentak 2019, disediakan lima kotak suara untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten, serta memilih pasangan calon presiden dan wakil presiden.
KPU harus melayani pemilih berjumlah 192.828.520 orang, terdiri dari pemilih laki-laki 96.271.476 orang dan pemilih perempuan 96.557.044 orang. Semua pemilih tersebar di 514 Kabupaten/Kota, 7.201 Kecamatan, 83.405 Kelurahan/Desa. Jumlah TPS yang disediakan mencapai 809.500 TPS. Belum lagi total pemilih WNI di luar negeri yang tercatat 2.058.191 orang, terdiri dari pemilih laki-laki 902.727 orang dan pemilih perempuan 1.155.464 orang.
Baca: Sederet Fakta Oknum Desertir TNI Perkosa 7 Anak, Ditangkap di Kolong Rumah dan Nyaris Dihajar Warga
"Untuk beberapa wilayah, para petugas harus bekerja ekstra keras membawa dan mempersiapkan logistik ke sejumlah pelosok, yang secara teknis benar-benar tidak mudah," katanya, dalam keterangan tertulis, Minggu (5/5/2019).
Oleh karenanya kata Bamsoet, Pemilu 2019 yang serentak itu patut dijadikan pengalaman, dan semua harus mau belajar dari pengalaman itu. Apakah format Pemilu seperti Pemilu 2019 layak untuk diulangi dan diselenggarakan lagi?
Pertanyaan ini sangat relevan karena ada catatan musibah dalam pelaksanaan Pemilu 2019. Seorang komisioner KPU berpendapat bahwa format Pemilu 2019 secara fisik melampaui batas kemampuan rata-rata manusia Indonesia pada umumnya.
Bamsoet sendiri menilai berat dan rumitnya pemilu 2019 mulai dari kerja pendistribusian logistik ke semua pelosok daerah tahapan sosialisasi cara mencoblos lima kertas suara dengan segala kerumitannya, mekanisme perhitungan suara dan rekapitulasi suara manual yang pasti sangat melelahkan, lalu waktu kampanye yang panjang.
"Artinya, baik petugas maupun kontestan sama-sama merasakan berat dan rumitnya pemilihan. Tekanan kepada petugas yang mempersiapkan pemungutan suara semakin berat karena kerja mereka sudah dibumbui dengan isu tentang kecurangan," katanya.
Akibatnya menurut Bamsoet petugas di semua wilayah berusaha maksimal untuk meminimalisir kekurangan maupun kekeliruan. Situasi yang demikian tidak mudah untuk dihadapi atau disikapi oleh setiap orang. Faktor tekanan inilah yang cukup signifikan memperlemah kondisi fisik para petugas.
"Mau tak mau, manajemen Pemilu serentak harus dikaji ulang. Penyelenggaraan Pilpres dan Pileg yang tergabung dalam Pemilu serentak harus dievaluasi, dan juga diubah. Tak ada salahnya jika Pilpres dan Pileg diselenggarakan pada waktu yang terpisah," katanya.
Untuk itu ia mengatakan Pemerintah, KPU dan DPR harus duduk bersama guna merumuskan format perubahan itu, sekaligus mengkaji lagi Undang-Undang (UU) No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Harus ada kemauan untuk menemukan pola penyelenggaraan sistem Pemilu yang murah, efisien dan tidak rumit.
Selain itu, Pemerintah, DPR dan KPU juga perlu membangun komunikasi dan saling pengertian dengan Mahkamah Konstitusi (MK), khususnya tentang dampak atau ekses dari penyelenggaraan Pemilu serentak. Sementara di satu sisi, pada era sekarang ini, Pemilu di sejumlah negara sudah mengenal dan menerapkan e-voting, e-counting hingga e-rekap.