Elite Demokrat Usul Koalisi Dibubarkan, TKN: Kalau Kubu 02 Silakan, karena Mereka Kalah
Wakil Ketua TKN Joko Widodo-Maruf Amin, Arsul Sani menilai tidak tepat usulan pembubaran koalisi ditujukan kepada pemenang Pilpres
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua TKN Joko Widodo-Maruf Amin, Arsul Sani menilai tidak tepat usulan pembubaran koalisi ditujukan kepada pemenang Pilpres 2019, yakni koalisi partai politik pendukung Jokowi)-Ma'ruf Amin.
Hal itu sekaligus menanggapi pernyataan Wakil Sekjen Partai Demokrat Rachland Nashidik yang meminta calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo dan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto membubarkan koalisi partai politik pendukungnya masing-masing.
"Terkait anjuran Wasekjen PD agar koalisi partai dibubarkan. Kalau mau diajukan kepada koalisi partai yang usung Paslon 02 silakan saja. Tapi tidak usah menganjurkan hal itu kepada Koalisi Indonesia Kerja (KIK)," ujar Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini kepada Tribunnews.com, Minggu (9/6/2019).
Kenapa demikian?
Pertama, anggota Komisi III DPR RI ini menjelaskan, untuk Koalisi Paslon 02 memang secara politis sudah selesai, karena mereka kalah dalam Pilpres.
"Kedua, secara faktual di antara anggotanya sudah pada berantem sendiri, paling tidak antara Partai Demokrat dengan Gerindra sebagai kepala gerbong," jelas Arsul Sani.
Karena itulah, tegas dia, anjuran itu tidak tepat ditujukan kepada KIK, karena Jokowi-KH Ma'ruf Amin adalah pemenang pilpres meski masih dipersengketakan di Mahkamah Konstitusi (MK).
Belum lagi, dia menjelaskan, sebagai pemenang maka koalisi dalam pemerintahan masih akan berlanjut sampai dengan akhir masa pemerintahan Jokowi-KH Ma'ruf Amin.
"Jadi Wasekjen Demokrat salah alamat dan salah sasaran kalau menganjurkan KIK untuk bubar atau dibubarkan," tegas Arsul Sani.
Elite Demokrat Usul Koalisi 01 dan 02 Dibubarkan
Wakil Sekjen Partai Demokrat Rachland Nashidik meminta calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo dan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto membubarkan koalisi partai politik pendukungnya masing-masing.
Apa alasannya?
Seperti disampaikan Rachland melalui akun Twitter pribadinya, perlu ada upaya untuk tensi politik di tengah masyarakat pasca-Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019.
"Sekali lagi, Pak @ jokowi dan Pak @ prabowo, bertindaklah benar. Dalam situasi ini, perhatian utama perlu diberikan pada upaya menurunkan tensi politik darah tinggi di akar rumput," tulis Rachland, Minggu (9/6/2019).
Di sisi lain, meskipun BPN Prabowo-Sandi sedang mengajukan sengketa hasil pilpres ke Mahkamah Konstitusi (MK), namun Rachlan menilai proses tersebut tidak melibatkan peran partai.
"Membubarkan koalisi lebih cepat adalah resep yang patut dicoba. Gugatan di MK tak perlu peran partai," ucapnya.
Rachland mengatakan, siapapun presiden yang terpilih nantinya dapat memilih sendiri calon menteri yang akan duduk di kabinet.
Pemilihan calon menteri, lanjut dia, tidak akan dipengaruhi dengan bubarnya koalisi parpol karena Indonesia menganut sistem presidensial.
"Siapa pun nanti yang setelah sidang MK menjadi Presiden terpilih, dipersilakan memilih sendiri para pembantunya di kabinet," kata Rachland.
"Kenangan Partai mana yang setia dan berguna bagi direksi politik Presiden terpilih tak akan pupus karena koalisi sudah bubar. Begitulah sistem Presidensial," ujarnya.
Sebelum itu Rachland sudah mengusulkan Prabowo segera membubarkan koalisi partai politik pendukungnya.
Adapun parpol pendukung yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Adil dan Makmur yakni, Partai Gerindra, PKS, PAN, Berkarya dan Demokrat.
"Saya usul, Anda (Prabowo) segera bubarkan koalisi dalam pertemuan resmi yang terakhir," ujar Rachlan seperti dikutip dari akun Twitter-nya, @RachlandNashidik, Minggu (9/6/2019).
Menurut Rachland, saat ini Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019 telah usai.
Kendati Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan Prabowo-Sandiaga mengajukan sengketa hasil pilpres ke Mahkamah Konstitusi (MK), namun Rachlan menilai proses tersebut tidak melibatkan peran partai.
Oleh sebab itu, kata Rachlan, sebagai pemimpin koalisi Prabowo sebaiknya menggelar pertemuan resmi terakhir untuk membubarkan koalisi.
"Pak @Prabowo, Pemilu sudah usai. Gugatan ke MK adalah gugatan pasangan Capres. Tak melibatkan peran Partai," kata Rachlan.
"Andalah pemimpin koalisi, yang mengajak bergabung. Datang tampak muka, pulang tampak punggung," tutur dia.
Tolak Hasil Rekapitulasi
BPN Prabowo-Sandiaga menolak hasil rekapitulasi nasional yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Berdasarkan hasil rekapitulasi KPU, pasangan Prabowo-Sandiaga kalah suara dari pasangan calon presiden dan wakil presiden 01, Jokowi-Ma'ruf.
Selisih suara keduanya mencapai 16.594.335. Pasangan calon nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin menang di 21 provinsi.
Sedangkan paslon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menang di 13 provinsi.
Adapun Jokowi-Ma'ruf unggul dengan 85.036.828 suara atau 55,41 persen. Sementara Prabowo-Sandi mendapatkan 68.442.493 suara (44,59 persen).
Baca: Besok, ASN Mulai Masuk Kerja Setelah Libur Lebaran, Jangan Lupa Aplikasi SIDINA
Baca: Libur Lebaran, Jakarta Fair Kemayoran Jadi Ajang Ngevlog Kuliner
Baca: Aksi Mulia Pesepak Bola Jepang yang Bermain di Jerman untuk Muslim Rohingya