Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sidang MK, Keterangan dari Lima Saksi BPN: Dugaan DPT Bermasalah hingga Dukungan Ganjar

Sidang ketiga sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 di MK Rabu (19/6/2019) mendengarkan kesaksian dari saksi-saksi yang diajukan tim kuasa hukum

Penulis: Daryono
zoom-in Sidang MK, Keterangan dari Lima Saksi BPN: Dugaan DPT Bermasalah hingga Dukungan Ganjar
Tribunnews/JEPRIMA
Empat saksi langsung dihadirkan kubu pasangan calon presiden (capres) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam lanjutan sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu (19/6/2019). Keempat saksi tersebut diantaranya adalah Listiani, Nur Latifah, Beti Kristiana dan Tri Hartanto. Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNNEWS.COM - Sidang ketiga sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini, Rabu (19/6/2019) mendengarkan kesaksian dari saksi-saksi yang diajukan tim kuasa hukum 02 atau termohon. 

Total terdapat 15 saksi yang direncanakan dihadirkan termasuk aktivis HAM Haris Azhar. 

Namun, Haris Azhar pada akhirnya tidak bersedia memberikan kesaksian. 

Berikut rangkuman keterangan dari 5 saksi dari tim kuasa hukum 02. 

1. 17,5 Juta DPT Bermasalah

Saksi Agus Maksum mempersoalkan DPT 17,5 juta yang bermasalah.

Menurut Agus, ada ketidakwajaran data pemilih dalam jumlah tersebut.

Berita Rekomendasi

Satu di antaranya, tanggal lahir pemilih yang sama.

"Ada 17,5 juta NIK palsu, di mana tanggal lahir yang tidak wajar," ujar Agus.

Baca: Saksi Prabowo-Sandiaga Melihat Anggota KPPS Coblos 15 Surat Suara di TPS

Menurut Agus, dari 17,5 juta DPT, terdapat 9,8 juta pemilih yang tanggal lahirnya sama, yakni pada 1 Juli.

Kemudian, ada 5,3 juta yang lahir pada 31 Desember.

Selain itu, ada 2,3 juta yang lahir pada 1 Januari.

"Itu tidak wajar, karena yang lahir 1 Juli itu ada 20 kali lipat dari data normal," kata Agus.

Agus mengatakan, dia pernah berkoordinasi dengan ahli statistik dan dikatakan, data itu tidak wajar.

Agus memperkirakan dengan menghitung 195 juta pemilih dibagi 365 hari.

Menurut Agus, angka wajar yang lahir pada 1 Juli adalah 520.000.

Dia mengaku juga pernah berkoordonasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Namun, menurut Agus, KPU dan Direktorat Jenderal Kependudukan pernah menyatakan, informasi itu benar.

Sebab, sesuai aturan, jika ada pemilih yang tidak ingat tanggal lahirnya, maka akan diberikan tanggal lahir oleh Ditjen Dukcapil.

Agus dapat menerima penjelasan itu.

Namun, menurut dia terdapat ketidakwajaran, karena jumlahnya terlalu besar.

Menurut perhitungan Agus, seharusnya yang dicatat lahir pada 1 Juli jumlahnya hanya 520.000 saja.

"Jadi alasan itu kami terima. Yang jadi tidak betul jumlahnya yang banyak 9,8 juta. Itu yang jadi atensi khusus," kata Agus.

2. Peristiwa Penusukan Dua Tahun Lalu

Saksi Hermansyah yang dihadirkan paslon nomor urut 02 Prabowo-Sandi dalam sidang di Mahkamah Konstitusi ( MK), mengungkap peristiwa penusukan yang pernah dialaminya.

Ia menyampaikan peristiwa ini untuk menjawab pertanyaan Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, Teuku Nasrullah.

"Apakah saksi pernah mengalami kekerasan fisik di jalan tol?" tanya Nasrullah.

"Iya, saya pernah ditusuk-tusuk di tol. Tahun 2017 bulan Juli," jawab Hermansyah.

Nasrullah kemudian meminta Hermansyah memperjelas peristiwa penusukan yang pernah dialaminya.

Hermansyah mengatakan kejadian itu ia alami ketika akan memberikan kesaksian dalam persidangan.

Ia mengaku ditusuk beberapa kali di bagian leher, oleh orang tak dikenal.

"Pada itu kalau saya amati, yang saya tidak tahu sama sekali, tiba-tiba mobil saya disetop dan saya ditusuk-tusuk seperti itu di leher," ujar Hermansyah.

Baca: Temukan Kejanggalan di Amplop Suara yang Dibawa Saksi 02, KPU Soroti Tulisan yang Tertera

Hermansyah juga mengatakan, atas kejadian tersebut dirinya harus mendapat perawatan di rumah sakit.

Hingga saat ini pun, luka tersebut masih meninggalkan bekas.

Namun kemudian, Hakim Arief Hidayat meminta Kuasa Hukum untuk mencukupkan pertanyaan mengenai hal tersebut.

Sebab, hal ini tak relevan dengan kesaksian yang diberikan Hermansyah untuk pilpres 2019.

"Pak Nasrullah saya kira itu sudah cukup," ujar Arief.

Mewakili pihak termohon, Kuasa Hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) mempertanyakan relevansi pertanyaan Nasrullah dengan perkara dalam persidangan.

"Yang mulia, dari termohon, maksud saya relevansinya penting atau tidak," ujar Ali.

Sidang kemudian berlanjut, Nasrullah beralih pada pertanyaan lainnya.

3. Pencoblosan Surat Suara oleh KPPS

Saksi perempuan yang bernama Nur Latifah mengaku menyaksikan langsung seorang anggota KPPS di TPS 08 di Dusun Winongsari, Desa Karangjati, Kecamatan Wonosegoro, Boyolali mencobloskan surat suara bagi pemilih lansia. 

"Saya melihat langsung kejadian pencoblosan oleh KPPS. Sepengetahuan saya kurang lebih 15," kata Nur dalam kesaksiannya kepada hakim MK, dikutip dari tayangan live Kompas TV. 

Baca: Fakta Sidang Sengketa Pilpres 2019 di MK, Saksi Ungkap Dugaan Kecurangan di Boyolali dan Karanganyar

Menurut Nur, ia melihat pencoblosan oleh anggota KPPS bernama Qomri itu dari sisi samping bilik karena ia berdiri dalam posisi sejajar dengan saksi-saksi. 

Nur menyatakan saat itu ia bertindak sebagai pemantau Pemilu dan telah mendapatkan izin dari KPPS untuk memantau pelaksanaan pemungutan suara. 

Belakangan, ia mendapat informasi ada kesepakatan di dusunnya jika pemilih lansia bakal dicobloskan oleh petugas KPPS. 

Atas kejadian itu, Nur kemudian mem-videonya dan video itu kemudian ditransfer ke saksi 02. 

Belakangan, video itu viral meski tak diunggah oleh Nur. 

Nur kemudian mengaku mendapat intimidasi setelah viralnya video tersebut. 

"Saya ditanya, posisi saya sebagai apa, Kenap ada ada video yang viral," ujar dia. 

Hakim kemudian menanyakan apakah Nur mengetahui perolehan suara di TPS 08. 

Nur menjawab ia mengaku tak tahu persis berapa perolehan suara di TPS 08, namun ia ingat pemenangnya adalah paslon 01. 

"Kemenangan (paslon 01) signifikan sekali. Pasangan 01 (perolehan suaranya) 100 lebih. (perolehan suara )02 6," ujar dia. 

4. Deklarasi Dukungan Bupati Karanganyar Juliyatmono

Saksi lainnya, seorang pria bernama Hartanto mengaku menyaksikan video dukungan Bupati Juliyatmono dari grup WhatsApp yang ia akui. 

Menurut yang ia pahami, Juliyatmono melakukan dukungan itu di Gedung Wanita Karanganyar pada 31 Maret 2019. 

Dalam video itu, Juliyatmono bersama ribuan orang lainnya yang berada di belakangnya menyatakan dukungan kepada Jokowi-Maruf. 

"Bentuk dukungannya, beliau mengatasnamakan keluarga besar Karanganyar mmemberikan dukungan dan pemenangan kepada bapak Joko Widodo selaku capres dan bapak KH Maruf Amin sebagai cawapres untuk menang dalam Pemilihan 17 April," ujar dia. 

Lebih lanjut, Hartanto melalui temannya bernama Mulyono mengkonfirmasi video itu kepada Juliyatmono melalui pesan WhatsApp apakah video benar. 

Menurut Hartanto, Juliyatmono membenarkan video itu namun dilakukan saat bukan hari efektif kerja. 

5. Dugaan Kecurangan Pemilu yang Dilakukan Ganjar

Dikutip dari Kompas.com, Kuasa Hukum Prabowo-Sandi menghadirkan saksi bernama Listiani dalam persidangan sengketa hasil pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK).

Saksi tersebut pernah melaporkan dugaan kecurangan pemilu yang dilakukan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan 32 kepala daerah lainnya ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) atas dugaan pelanggaran pemilu.

"Saya adalah pelapor yang melaporkan Gubernur Jawa Tengah dan 32 Kepala Daerah Bupati/Walikota dan wakilnya se-Jawa Tengah yang mengadakan deklarasi mendukung salah satu calon peserta pemilu, yaitu Joko Widodo dan Ma'ruf Amin pada tanggal 31 Januari 2019 dengan menyebutkan jabatannya," kata Listiani di hadapan Majelis Hakim di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (19/6/2019).

Baca: Nur Latifah Mengaku Beberkan Bentuk Intimidasi yang Diterimanya Saat Bersaksi di MK

Listiani menyebut, dugaan kecurangan yang dilakukan Ganjar bersama 32 kepala daerah lainnya terkait dengan deklarasi dukungan ke salah satu paslon.

Kala itu, Ganjar dan lainnya menyatakan dukungannya kepada paslon nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

Hakim Suhartoyo kemudian menanyakan dari mana saksi mengetahui peristiwa tersebut.

Listiani mengatakan, ia tidak melihat langsung kejadian, tetapi melihatnya dari rekaman video.

"Anda melihat di video atau melihat langsung kejadian?" tanya Suhartoyo.

"Kalau acara itu sebenarnya rapat tertutup internal...," jawab Listiani yang kemudian dipotong oleh Suhartoyo.

"Anda melihat sendiri di video atau kejadiannya?" katanya.

"Di video," jawab Listiani. 

Listiani kemudian menyampaikan, video tersebut ia lihat dari YouTube, satu hari setelah peristiwa terjadi.

"Jadi hanya melihat di video? Oke.. tidak melihat secara langsung? Oh..," Suhartoyo kembali memastikan.

(Tribunnews.com/Daryono) (Kompas.com/Fitria Chusna Farisa)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas