Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Bambang Widjojanto dan Teuku Nasrullah Tidak Hadir dalam Sidang MK Hari Ini, Berikut Alasannya

Lutfi menjelaskan BW hari ini beristirahat setelah menjalani sidang hingga pukul 05.00 WIB sembari menyiapkan materi untuk persidangan berikutnya

Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Bambang Widjojanto dan Teuku Nasrullah Tidak Hadir dalam Sidang MK Hari Ini, Berikut Alasannya
Tribunnews/Jeprima
Ketua Tim Hukum Tim Badan Pemenangan Nasional (BPN), Bambang Widjojanto (kanan) menghadiri sidang sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Selasa (18/6/2019). Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum atau Sengketa Pilpres 2019 mengagendakan pembacaan tanggapan pihak termohon dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pihak terkait dalam hal ini Tim Kampanye Nasional (TKN). Tribunnews/Jeprima 

Akan tetapi, hal tersebut dilakukan Haris berdasarkan profesinya sebagai advokat.

Baca: Kominfo Jatim Nilai Pemasangan CCTV di Atas Kali Efektif Tingkatkan Kesadaran Warga Soal Lingkungan

Menurut Haris azhar, apa yang dilakukannya berdasarkan pada hasil kerja advokasi, kecocokan fakta atas dugaan yang terjadi, serta nilai profesionalitas dan netralitas Polri.

Haris menegaskan, dia tetap menjadi bagian dari masyarakat sipil yang menuntut akuntabilitas pemerintah dalam penyelesaian kasus pelanggaran berat HAM di masa lalu.

2. Soal opini publik

Sidang pada Rabu (19/6/2019) memang berjalan hingga pukul 05.00 WIB.

Persidangan yang melewati tengah malam ini membuat Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman meminta tak ada opini negatif dan menjadi informasi tak benar.

Baca: Politisi Golkar Dave Laksono: Airlangga Hartarto Layak Maju Capres 2024

Empat saksi langsung dihadirkan kubu pasangan calon presiden (capres) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam lanjutan sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu (19/6/2019). Keempat saksi tersebut diantaranya adalah Listiani, Nur Latifah, Beti Kristiana dan Tri Hartanto.  Tribunnews/Jeprima
Empat saksi langsung dihadirkan kubu pasangan calon presiden (capres) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam lanjutan sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu (19/6/2019). Keempat saksi tersebut diantaranya adalah Listiani, Nur Latifah, Beti Kristiana dan Tri Hartanto. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)

"Jangan sampai dijadikan opini publik, sidang MK dipaksakan sampai tengah malam, saat sunyi senyap, ketika masyarakat sedang tidur," kata Arief.

Berita Rekomendasi

Seperti diketahui, rekapitulasi hasil pemungutan suara, baik di tempat pemungutan suara, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, maupun ketika rekapitulasi nasional, dilakukan hingga tengah malam.

3. Dana desa

Saksi tim hukum pasangan Prabowo-Sandiaga, Fakhrida Arianty, mengaku mendapatkan arahan guna mengampanyekan dana desa yang diklaim menjadi salah satu keberhasilan pemerintahan Jokowi.

Fakhrida berprofesi sebagai tenaga ahli pemberdayaan masyarakat di Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) di Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan.

Baca: Unggah Bendera Indonesia Terbalik, Akun Instagram Media Afghanistan Diserang Warganet

Fakhrida menyampaikan, arahan kampanye berasal dari grup WhatsApp yang beranggotakan tenaga ahli pemberdayaan masyarakat desa P3MD Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan.

Meskipun begitu, menurut dia, tak ada ajakan untuk memilih pasangan calon tertentu.

4. Kacamata hitam

Tampilan para saksi yang dihadirkan pada sidang sengketa Pilpres 2019 mendapatkan perhatian dari para hakim.

Salah satunya, hakim Konstitusi Saldi Isra yang menyinggung saksi, yaitu Ketua Sekretariat Bersama Calon Presiden dan Wakil Presiden Prabowo-Sandiaga Kabupaten Batubara, Sumatera Utara, Rahmadsyah Sitompul karena selama persidangan menggunakan kacamata hitam.

Baca: BREAKING NEWS : Geger Temuan Bayi Laki-laki di Bawah Pohon Pisang yang Dikerumi Semut

"Saksi Rahmadsyah, saya puji dulu, malam-malam begini masih pakai kacamata hitam," kata Saldi.

Sidang terus berlanjut dan saksi tak kunjung melepas kacamata hitamnya, membuat salah satu hakim menegur untuk melepas kacamata yang dikenakannya.

5. Amplop

KPU menemukan kejanggalan pada bukti amplop yang ditunjukkan saksi tim Prabowo-Sandiaga, Beti Kristiana. Beti menunjukkan sejumlah amplop surat suara yang digunakan pada Pemilu 2019 di mana amplop dianggap pembungkus formulir C1.

Menurut Beti, amplop ditemukan dalam jumlah banyak di sampah salah satu kecamatan di Boyolali, Jawa Tengah.

Baca: Balita 20 Bulan Tewas di Kalbar : Diduga Dibunuh Kakak Angkat dan Ada Indikasi Kekerasan Seksual

Beti melakukan pengumpulan amplop karena dianggap sebagai dokumen penting dan membawanya ke Sekretariat Nasional Prabowo-Sandi di Boyolali.

Setelah amplop dibawa ke meja hakim, kemudian dipanggil masing-masing perwakilan pemohon dan termohon terkait untuk maju ke melihat amplop tersebut.

Kemudian, hakim meminta KPU sebagai pihak termohon membawa bukti pembanding dalam persidangan berikutnya.

Baca: BPOM Temukan 530 Jenis Makanan Tanpa Izin Edar

Setelah diperiksa, komisioner KPU, Ali Nurdin, menemukan keanehan pada amplop di mana terdapat kesamaan bentuk tulisan di bagian luar amplop. Padahal, amplop yang ditemukan berasal dari TPS yang berbeda.

"Yang mulia, kami minta izin kalau boleh untuk foto amplop yang lain. Sebab, kami temukan tulisan tangan di amplop sama dan identik," kata Ali Nurdin.

6. Materi pelatihan

Saksi dari caleg Partai Bulan Bintang (PBB), Hairul Anas Suadi, mengaku pernah ikut serta dalam training for trainer atau pelatihan yang diadakan Tim Kampanye Nasional Jokowi-Maruf.

Pelatihan tersebut diberikan kepada saksi dan calon pelatih saksi dalam pemungutan suara. Anas mengaku salah satu pemateri dalam pelatihan adalah Wakil Ketua TKN Moeldoko.

Dalam materi yang disebutkan Moeldoko, lanjut Anas, terdapat istilah kecurangan bagian dari demokrasi.

Saat ditanya hakim terkait istilah itu merupakan ajaran berlaku curang, saksi mengaku tak diajari untuk berperilaku curang ketika pelatihan tersebut.

Menurut Anas, seolah-olah istilah itu menegaskan bahwa kecurangan merupakan sesuatu yang wajar dalam demokrasi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas