Pengamat LIPI: Desain Pemilu Serentak Harus Dievaluasi
Menurutnya, Pemilu 2019 di Indonesia merupakan pemilu yang terburuk sejak pertama kali pemilu digelar tahun 1955.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaksanaan Pemilu 2019 dinilai banyak memunculkan dampak negatif sehingga harus dievaluasi dan dicari solusinya yang lebih membumi.
Hal itu karena sistem serentak yang diterapkan pertama kali pada Pemilu 2019 ini.
Demikian dikatakan peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro dalam dialog kenegaraan DPD RI “Evaluasi Pemilu Serentak, Bisakah Pileg dan Pilpres Dipisah Lagi?” di Media Center Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/6/2019).
"Pemilu 2019 yang pelaksanaannya secara serentak, yakni pemilu legislatif dan pemilu presiden, banyak memberikan dampak negatif, mulai dari praktik politik uang, pembelian suara, kendala distribusi logistik, maupun beban kerja petugas lapangan yang sangat berat sehingga ada sekitar 700 petugas di tingkat TPS (tempat pemungutan suara) yang meninggal dunia," katanya.
"Solusi yang harus dipikirkan adalah menata ulang desain pemilu yang jauh lebih rasional dan membumi. Jangan dipercaya lagi pada desainer-desainer pemilu 2019 yang mengedepankan pemilu borongan dengan lima kotak suara," sambungnya.
Baca: Mayoritas Tim Keuangan dan Profesional Tidak Mengembangkan Keterampilan Secara Cepat
Baca: Berencana Ajak BPN Foto Bersama di Gedung MK, TKN: Itu Kalau Mereka Mau
Menurutnya, Pemilu 2019 di Indonesia merupakan pemilu yang terburuk sejak pertama kali pemilu digelar tahun 1955.
Ia menegaskan sistem serentak dalam Pemilu harus dievaluasi.
"Pemilu 2019 betul-betul seperti menara gading dan tidak berpijak di bumi Indonesia," ujarnya.
Indonesia, katanya, merupakan negara kepulauan yang luasnya secara geografis sangat besar dan kondisi alamnya berbeda-beda, sehingga seluruh daerah tidak bisa disamakan kondisinya.
"Ada daerah yang tantangannya ringan dan ada daerah yang tantangan alamnya sangat sulit. Tantangan alam dan kesulitan-kesulitan di daerah mestinya dipertimbangkan secara serius. Aturan dan pelaksanaan pemilu hendaknya mempertimbangan faktor kesulitan di daerah juga," jelasnya.
Ia juga melihat, penegakan hukum pada pelaksanaan pemilu belum ditegakkan secara baik.
Sehingga masih terjadi hal-hal negatif seperti, praktik politik uang dan transaksi jual-beli suara. Sisi negatif lainnya, kurang mempertimbangkan beban kerja petugas lapangan yang sangat berat.
"Pelaksanaan pemilu bisa menjadi liar jika tidak dibarengi dengan penegakan hukum secara tegas dan adil. Jika ada ketidakjujuran dalam pelaksanaan pemilu maka harus dihentikan. Desain pemilu apapun, tidak akan aplikatif jika faktor manusia di partai politik tidak membenahi sistem yang betul-betul menunjukkan reformasi kelembagaan memadai," pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.