Berantas Mafia Tanah, Presiden Disarankan Bentuk Badan Ad Hoc
FKMTI menyarankan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) membentuk badan ad hoc yang melibatkan perguruan tinggi.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) mengusulkan konsep pemberantasan mafia tanah di Indonesia yang kini makin meresahkan.
Ketua FKMTI SK Budiardjo menyarankan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) membentuk badan ad hoc yang melibatkan perguruan tinggi.
Budi sapaannya mengapresiasi terobosan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto.
Namun, menurut Budi, langkah-langkah yang dilakukan pemerintah masih perlu dioptimalkan.
“Pak Hadi sudah buat loncatan dan terobosan yang patut diapresiasi. Hanya saja kami punya solusi yang diharapkan dapat menjadi legacy Presiden Jokowi,” kata Budi dalam keterangannya, Senin (15/8/2022).
Budi menuturkan penyelesaian konflik pertanahan melalui pengadilan, penegakan hukum, dan BPN, belum sepenuhnya efektif.
Hal tersebut berdasarkan advokasi oleh FKMTI terhadap para korban mafia tanah di sejumlah daerah.
Baca juga: Nirina Zubir Kecewa 3 Terdakwa Kasus Mafia Tanah Keluarganya Cuma Dituntut 4 Tahun Penjara
“Mengapa belum berhasil? Karena penyelesaiannya lewat ruang tertutup yang susah diawasi. Kami usulkan agar Presiden Jokowi membentuk badan ad hoc konflik pertanahan. Presiden Jokowi bisa terbitkan perppu, karena ada keadaan genting. Konflik agraria hampir terjadi tiap hari,” ujarnya.
Budi mengatakan nantinya badan ad hoc tersebut mempunyai dua tugas, yakni penyelesaian konflik pertanahan dan pencegahan.
Terkait penyelesaian, menurutnya, pihak yang dirugikan dapat langsung adu data alas dasar hak kepemilikan tanah. Selanjutnya, data-data tersebut dibawa ke perguruan tinggi se-Indonesia.
Baca juga: Oknum Pegawai BPN Jadi Tersangka Kasus Mafia Tanah di Kabupaten Bogor
Dasar kepemilikan tanah, menurut Budi, secara terang benderang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Dasar Agraria.
Regulasi lainnya antara lain Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.
“Jadi, hal yang paling mendasar saat ini ialah pengawasan sosial di ruang terbuka, sehingga masyarakat tahu, ini tanah siapa, dan sebagainya. Soal pencegahan, badan ad hoc harus merekonstruksi seluruh produk PP maupun peraturan menteri yang langgar UUD 1945 dan UU 5/1960,” ujar Budi.