Isu Perubahan Iklim, OGRA 2023 Asia Ajak Arsitek Bikin Desain Atap Rumah Berkelanjutan
Menurut Ketua Green Building Council Indonesia Iwan Prijanto, perbincangan mengenai perubahan iklim semakin mencuat di berbagai kalangan
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Isu perubahan iklim kini jadi perhatian serius di dunia arsitektur. Desain dan rancangan hunian, termasuk pilihan materi yang digunakan sebisa mungkin bisa mengurangi efek pemanasan gobal dan perubahan iklim.
Menurut Ketua Green Building Council Indonesia (GBCI) Iwan Prijanto, perbincangan mengenai perubahan iklim semakin mencuat di berbagai kalangan dalam satu dekade terakhir.
Perubahan cuaca ekstrem di berbagai negara, badai, banjir bandang, kekeringan dan kebakaran hutan adalah respon alam terhadap peningkatan suhu global.
Baca juga: Dimulai dari Bisnis Kontrakan, Perusahaan Properti ini Resmi Catatkan Saham Perdana di BEI
Iwan mengatakan, setiap negara harus membuat komitmen dan target yang lebih ambisius untuk menurunkan emisi sebagai wujud menyikapi maraknya bencana alam. “Ke depan, target penurunan emisi global akan semakin ketat," ujar Iwan, dalam keterangan tertulis yang dikutip Senin, 10 Juli 2023.
"Untuk mengurangi emisi lebih ambisius, penggunaan atap bangunan ramah lingkungan dan berkelanjutan menjadi satu dari sekian elemen yang dapat berkontribusi besar terhadap penurunan emisi karbon di sektor properti,” tegasnya.
Principal Architect Archimetric Ivan Priatman mengatakan, penggunaan bahan bangunan ramah lingkungan menghasilkan biaya operasional yang lebih rendah 20-30 persen dibandingkan dengan biaya operasional bangunan konvensional.
Apalagi dengan adanya dorongan dari pemerintah dan komitmen Indonesia untuk mencapai net zero emission (NZE) pada 2060, dia menilai ke depannya tren pemasangan atap ramah alam yang berdampak pada pengurangan energi diprediksi akan mengalami peningkatan.
“Untuk hunian pribadi maupun komersial, mendisain atap dengan melihat kondisi sekitar akan sangat memengaruhi biaya yang dikeluarkan,” ujar Ivan.
OGRA 2023 Asia
Merespon tren perubahan iklim yang jadi perhatian serius kalangan arsitek, produsen atap bitumen ramah lingkungan Onduline, PT Onduline Indonesia kembali mengundang para profesional arsitek, disainer, pengembang properti, pelaksana dan perancang bangunan, ambil bagian dalam sayembara disain konstruksi atap bangunan berkelanjutan (sustainable construction).
Program bertajuk Onduline Green Roof Award (OGRA) 2023 Asia ini juga menyasar para perancang bangunan perorangan maupun proyek untuk berpartisipasi.
Kompetisinya sendiri sudah dibuka sejak 14 April 2023 dan batas waktu pengumpulan karya hingga 30 Agustus 2023 disusul tahap penjurian di September 2023 lalu pengumuman pemenang yang dijadwalkan pada Oktober 2023.
OGRA 2023 Asia mengambil tema “Tropical Passive Roof Design for Low Energy Houses." Peserta yang memiliki pengalaman minimal 1 tahun di bidang arsitektur, disain interior, konstruksi, developer, konsultan perencana dan konsultan pelaksana diminta membuat disain atap untuk rumah tinggal yang dikelola dengan strategi berkelanjutan.
Baca juga: Dorong Market Share KPR Non Subsidi, BTN Gandeng 27 Pengembang Properti