Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pakar Hukum Tata Negara: Penerbitan HPL Setneg di Lahan GBK Bermasalah Sejak Awal

Pakar hukum tata negara Margarito Kamis menegaskan, pemerintah harus menegaskan dulu perihal latar belakang terbitnya HPL.

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Pakar Hukum Tata Negara: Penerbitan HPL Setneg di Lahan GBK Bermasalah Sejak Awal
dok. Kompas
Kompleks Hotel Sultan di kawasan Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, Jakarta. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Andi Muhammad Asrun menilai penerbitan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) oleh pemerintah dalam hal ini, Sekretariat Negara (Setneg) atas lahan Gelora Bung Karno (GBK) bermasalah sejak awal. Sebab menurutnya, HPL baru bisa diterbitkan di atas tanah bebas.

"HPL itu ada setelah HGB, itu faktanya. Artinya, kalau di situ ada hak lain entah itu HGB atau apa, harus dibebaskan dulu baru bisa diterbitkan HPL," kata Andi, Selasa (26/9/2023).

Sebagaimana diketahui, sengketa status tanah Hak Guna Bangunan (HGB) Hotel Sultan yang dimiliki PT Indobuildco di atas HPL atas nama Setneg masih terus bergulir dan direncanakan bakal dilakukan eksekusi pengosongan lahan oleh pemerintah terhadap hotel tersebut.

Sementara itu, pakar hukum tata negara Margarito Kamis menjelaskan hal senada. Menurutnya, pemerintah harus menegaskan dulu perihal latar belakang terbitnya HPL.

Penegasan itu menurutnya perlu lantaran hal tersebut berkaitan erat dengan penegakan hak masing-masing pemegang hak tanah di kemudian hari.

Margarito turut menyinggung perihal narasi perintah pengosongan Hotel Sultan yang disampaikan pihak pemerintah dalam hal ini Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg).

BERITA TERKAIT

Bila prosedur terbitnya HPL di masa lalu bermasalah, lanjut Margarito, maka pemegang HPL itu tak punya hak untuk melakukan gugatan.

Baca juga: Ada Potensi Pidana dalam Sengketa Lahan GBK Senayan Antara Setneg Vs PT Indobuildco

"Perintah pengosongan itu nggak bisa dilakukan karena dasar hukumnya tidak ada," kata Margarito.

Belum lagi lanjutnya, argumen perintah pengadilan yang disebutkan pemerintah juga tak berdasar karena tak ada pernyataan jelas atau eksplisit yang memerintahkan adanya pengosongan.

"Nggak ada perintah eksplisit yang menyebutkan itu harus dikosongkan," tegas dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas