Investasi Properti dan Fenomena Harga Ruko yang Naik Gila-Gilaan: Siasat Berburu Cuan
Berinvestasi di properti menjadi salah satu pilihan yang menggiurkan karena nilainya terus naik, termasuk saat pasar properti sedang lesu.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berinvestasi di properti menjadi salah satu pilihan yang menggiurkan karena nilainya terus naik, termasuk saat pasar properti sedang lesu.
Karena itu dalam situasi apapun konsumennya selalu ada. Selain hunian, banyak juga yang melirik ruko (rumah toko).
Saat pasar bergairah seperti yang terjadi pada 10 tahun lalu atau di kisaran 2011-2013 saat booming properti, harga properti di sejumlah lokasi harganya bisa naik di atas 30 persen bahkan 100 persen per tahun.
Menurut Ray Pratomo, seorang konsultan pemasaran properti di Jabodetabek fenomena lonjakan harga seperti itu memang terjadi.
Dia mencontohkan, di Gading Serpong, Tangerang, misalnya, ruko yang dijual indent (masih berupa gambar oleh pengembang dengan janji serah terima kemudian) harganya dibanderol Rp2,4 miliar.
Dan, ketika unit ruko tersebut sudah selesai dibangun dan diserahterimakan dari pengembang, oleh pemiliknya dilepas hampir Rp4 miliar.
Roy mengetahui fenomena tersebut karena ikut membeli ruko di lokasi tersebut yang hingga sekarang dijadikan tempat tinggalnya.
“Naiknya nggak kira-kira. Padahal laku Rp3,5 miliar saja kita sudah kamsiya (terimakasih) banget,” ujarnya.
Ruko untuk Buka Usaha atau Ruang Kantor
Selain ruko konvensional, ada juga ruko yang dikembangkan dengan konsep sesuai target pasarnya. Yang sedang ngetren saat ini ruko untuk kuliner dan beragam usaha terkait gaya hidup warga urban yang makin gemar kongkow di kafe dan resto.
Fenomena ini terjadi di Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek) serta pusat-pusat pertumbuhan baru seperti Kota Tangerang yang kian dilirik perusahaan multinasional.
Hal senada juga disampaikan agen properti dari Gading Pro, Henike.
Henike bilang, harga ruko tiga lantai di kawasan Boulevard, Serpong, kini bisa mencapai Rp6-7 miliar per unit, sementara di sekitaran Paramount Serpong menuju BSD harganya Rp3-5 miliaran per unit.
"Itu untuk ruko seken di kawasan Boulevard, untuk ruko baru bisa lebih mahal lagi. Biasanya harga seken cenderung mengikuti perkambangan harga yang baru," ujarnya.
Kawasan Bintaro-Serpong-Gading Serpong Vs Depok, Bogor dan Bekasi
Menurutnya, untuk daerah sub urban seperti wilayah Bintaro, Serpong dan Gading Serpong, saat ini terbilang menjadi kawasan yang berkembang paling pesat dibanding daerah penyangga Jakarta lain, misalnya Depok, Bogor dan Bekasi.
Dia mengatakan, pasar ruko di wilayah tersebut sedang hot-hotnya.
"Pertumbuhan sektor perkantoran, creative space untuk kawula muda dan berjibunnya pilihan hunian di kawasan dekat township atau perumahan berskala kota yang bisa jadi pilihan kaum muda yang belum mampu menjangkau harga rumah di township," kata dia.
Baca juga: Prabowo Akan Kucurkan Insentif Pajak untuk Sektor Properti di 3 Tahun Pertama Pemerintahan
Kawasan twonship dimaksud antara lain, seperti Paramount Gading Serpong, BSD City, Bintaro Jaya dan Alam Sutera.
Hal itulah yang= mendorong demand atau permintaan ruang komersial seperti ruko cukup tinggi.
Selain itu, daya beli warga di wilayah Tangerang Raya juga cukup tinggi dan cukup banyak yang melirik ruko sebagai salah satu alternatif investasi.
“Ruko di Bintaro, Serpong sampai Gading Serpong baru-baru lauching cepat habisnya, dengan harga pada saat diluncurkan minimal Rp2,5-3 miliar,” papar Henike.
Di sisi lain, Ray tak menampik, bahwa konektivitas dan aksesibilitas yang sangat tinggi antar proyek skala kota membuat sebuah kawasan semakin terbuka dan mendorong perekonomian di kawasan itu semakin tumbuh lebih cepat.
Baca juga: Menteri Perumahan Ajak Aguan Gabung ke Program 3 Juta Rumah
Menurutnya, kendati tidak melonjak-lonjak seperti tahun 2011-2013, secara umum properti di kawasan Tangerang masih cukup baik dan masih menawarkan pertumbuhan harga.
“Yang stagnan itu karena dia (pemilik properti) mau jual buru-buru (karena butuh uang segera). Padahal situasi lagi seperti sekarang di mana orang (calon pembeli) sangat selektif," sebutnya.
"Yang butuh uang itu akhirnya jual dengan harga dasar sehingga kesannya tidak naik. Biasanya yang seperti itu investor yang butuh uang untuk diputer lagi. Tahan sebentar lagi, harganya pasti naik kok,” imbuhnya.
Inves Mahal-mahal, Malah Boncos: Tips Pengamat Properti
Kendati demikian, membeli ruko jangan asal comot. Tak ada perhitungan bisa-bisa boncos alias merugi karena rukonya jadi ‘sarang hantu’ atau tak hidup lantaran kawasannya tidak berkembang.
Pengamat properti kawakan sekaligus Direktur Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI), Panangian Simanungkalit berpendapat, ada sejumlah faktor penting sebelum membeli ruko.
“Pastikan anda mengajukan pertanyaan-pertanyaan ke diri sendiri. Satu, apa tujuan beli ruko. Ruko adalah bangunan multifungsi, jadi pastikan Anda tahu apa tujuannya. Apakah mau menggunakannya sendiri, atau langsung menyewakannya," sebutnya.
:Kedua, seberapa besar ruko yang dicari karena ukuran ruko mennetukan harga serta kegunaannya. Kalau mau pakai sendiri, menjualnya, atau menyewakannya, pertimbangkan fakta bahwa ukuran ruko anda akan menentukan jenis klien, harga sewa dan faktor lain,” ungkap Panangian.
Ia juga menegaskan, lokasi menentukan kualitas dan keuntungan ruko.
Membeli ruko di kawasan yang sudah ramai beda dengan membelinya di area yang baru akan berkembang. Lokasi ruko yang dekat jalan besar atau area perumahan dinilai memiliki potensi bagus untuk berbisnis.
“Memilih ruko sebagai bentuk investasi adalah pilihan yang cukup berisiko, tetapi bentuk dan fungsinya semakin banyak dicari. Maka itu, pastikan lokasinya potensial,” jelasnya.
Situasi perekonomian yang mulai membaik juga menjadi ikut mendorong cepat lakunya ruko yang ditawarkan.
Baca juga: Gandeng Investor Jepang, Pengembang Properti Lokal Bangun Klaster Baru di Sawangan
Sales & Marketinf Director Paramount Land, Chrissandy Dave, yang mengembangkan Maggiore Signature di Gading Serpong, yang dimintai pendapatnya mengatakan, saat ini sedikitnya ada 100 bisnis baru yang dibuka di sisi selatan Gading Serpong.
Wilayah tersebut menurutnya, kini berkembang menjadi Centra Business District (CBD) baru.
Mereka yang inves ruko di kawasan ini umumnya karena mempertimbangkan captive market yaitu 120.000 jiwa dari 40 klaster hunian di kawasan ini.
Jurus-jurus Pengembang, Maksimalkan Infrastruktur
Para pengembang umumnya punya banyak jurus agar proyek propertinya cepat diserap pasar dan menjadi kawasan yang hidup di kemudian hari.
Dengan demikian, investor atau pembeli individual yang inves di propertinya tidak boncos di kemudian hari.
Strategi umum yang digunakan biasanya dengan memaksimalkan dukungan infrastruktur antara lain dengan membuka akses jalan baru yang saling terkoneksi dengan kawasan sekitar,
Strategi lainnya adalah dengan mengembangkan area-area komersial di tengah lingkungan hunian. Manfaatnya, ekosistem bisnisnya tetap terjaga dalam jangka panjang.
Strategi lainnya adalah membaca selera pasar dengan membuat desain dan rancangan properti yang disukai pembeli.
Menurut Chriss, mereka yang tertarik membeli rukonya karena unitnya terbatas dan pangsa pasarnya sudah jelas.
Dia sependapat, bahwa kini ruko sedang digandrungi investor di Jabodetabek. Dia juga tak menampik para peminat juga datang dari luar kota termasuk dari Jakarta.
Panangian mengatakan, mereka yang berinvestasi properti jenis ruko maupun rumah tapak biasanya untuk mengejar surplus dari kenaikan harga jual atau capital gain, hasil sewa (yield) atau yang paling bagus, meraih sumber pendapatan dari dua-duanya.
“Capital gain harus di atas laju inflasi. Sedangkan yield sangat tergantung jenis propertinya. Kalau rumah yield 3-5 persen per tahun sudah bagus, sedangkan ruko di kisaran 8-10 persen per tahun,” pungkasnya.