Mengintip Orang Indonesia Berpuasa di Maroko
Negeri Maroko biasa dikenal dengan sebutan Maghrib (Negeri Matahari terbenam). Negeri ini pernah dijajah oleh Perancis dan Spanyol
Editor: Widiyabuana Slay
TRIBUNNEWS.COM - Negeri Maroko biasa dikenal dengan sebutan Maghrib (Negeri Matahari terbenam). Negeri ini pernah dijajah oleh Perancis dan Spanyol. Agama Islam di negeri ini menjadi agama resmi bagi masyarakatnya, walaupun sebenarnya masih nampak beberapa bangunan Gereja yang berdiri megah di beberapa kota terbesar, seperti Tanger, Cassablanca, dan Rabat.
Mayoritas umat Islam di negeri ini menganut Madzab Maliki baik dalam berfiqih maupun ber-ushul. Bahkan Amirul mukminin (julukan Raja Maroko) memfatwakan untuk mengikuti satu madzhab, yaitu Madzab Maliki. Walaupun demikian, masih ada juga sebagian masyarakat Maroko yang mengikuti Mazhab Hanbali seperti kebanyakan masyarakat kota Tanger (kota sebelah utara Maroko).
Begitu juga dalam itsbat (penetapan) awal dan akhir Ramadlan, masyarakat muslim Maroko selalu menunggu keputusan Raja. Jadi, tidak ada istilah perbedaan penetapan Ramadlan seperti layaknya umat Islam di Indonesia. Biasanya, Maroko selalu tidak pernah bersamaan dengan Saudi Arabia dalam penetapan awal dan akhir Ramadlan.
Berbicara soal Puasa Ramadlan di Maroko, nuansanya memang sangat berbeda dengan di tanah Air. Apalagi Ramadlan tahun ini bertepatan dengan musim panas yang waktu siang harinya sangat panjang _+ 17 jam, hingga menu sahur dan berbuka yang cukup beraneka ragam. Jamuan makan terbagi menjadi empat “ronde”. Ini menjadi tradisi di setiap keluarga. Tidak hanya santapan berbuka dan sahur saja sebagaimana lazimnya di Indonesia. Namun, ada santapan makan malam yang dilaksanakan antara (selepas) berbuka puasa dan (sebelum)sahur. Tradisi ini tidak hanya dilakukan oleh masyarakat kelas menengah ke atas, tapi juga hampir berlaku bagi semua lapisan masyarakat Maroko dengan menu yang tidak jauh berbeda.
Ronde Pendahuluan (Membatalkan Puasa)
Di Maroko hanya sebagian kecil saja masjid yang menyediakan futur (makanan untuk berbuka puasa) kepada para jamaahnya. Tidak seperti marak terdapat di masjid-masjid negara bagian Teluk seperti Qatar, Kuwait, Saudi dan negara-negara gudang minyak lainnya itu.
Sebagai “pendahuluan” di rumah masing-masing, ketika adzan Maghrib berkumadang, Muslimin Maroko buru-buru menelan beberapa butir kurma dan menengguk air putih secukupnya, hanya sekedar untuk membatalkan puasa. Kemudian mereka pun bergegas ke Masjid untuk menjalankan ibadah salat maghrib secara berjamaah.
Bahkan banyak pula yang beberapa menit menjelang adzan Maghrib mereka sudah berada di Masjid untuk menunggu Maghrib tiba, dan membawa “bekal” beberapa butir kurma dan sebotol air putih.
Ronde Kedua (Menu makan Yang Dianggap Berbuka Puasa)
Selepas shalat Maghrib itu, mereka buru-buru bergegas kembali ke rumah untuk menikmati hidangan khas Maroko. Selain kurma, dalam “tahap kedua” ini, menu wajibnya bagi orang Maroko adalah terdiri dari : Subaikiyah (manisan khas Maroko yang terbuat dari tepung dengan campuran gula dan madu) atau juga manisan sejenis, yang menurut lidah orang Indonesia sangat kuat manisnya.
Roti tawar kering makanan pokok Maroko pun turut dihidangkan dalam tahap kedua ini, berikut mentega atau madu atau sejenisnya sebagai pasangannya. Termasuk milwi, makanan khas Maroko yang terbuat dari terigu bentuknya agak sedikit mirip dengan martabak (di Indonesia). Dilengkapi pula dengan beberapa butir telur rebus sesuai porsi masing-masing. Sedangkan menu wajib adalah Khariroh (sop khas Maroko) yang terbuat dari kacang khumus, bawang, tomat, telur, dan aneka rempah-rempah, kadang juga dicampur sedikit daging dan jeroan.
Bisa dipastikan, tidak ada orang Maroko dalam berbuka puasa yang melewatkan sop bernama khariroh ini. Bahkan saking dibanggakannya khariroh ini oleh orang-orang Maroko, sehingga dianggap sebagai menu istimewa dan khas di hotel-hotel dan restoran mewah sekali pun. Termasuk banyak dijual di warung-warung khariroh dalam kemasan instant, mudah saji.
Tak ketinggalan teh yang dicampur daun na'na dan khalib (susu), juga juice buah dan kadang kopi susu (sesuai selera). Menu tersebut, bagi porsi perut orang Indonesia, adalah sudah melebihi kapasitas. Nah, di tahap jamuan kedua ini, orang Maroko barulah menyebutnya dengan "Berbuka puasa". Ternyata “menu jamuan” ronde kedua tersebut belum cukup. Masih ada segudang menu lainnya.
Ronde Ketiga (Makan Malam Ramadan)