Warga Pekojan Batal Mudik
Nur Qomariah (27) juga memilih tinggal di sisa-sisa puing rumah.
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA-- Rencana berlebaran di kampung halaman pupus sudah. Sejumlah warga korban kebakaran di Jembatan Item Rw 07 dan RW 08, kelurahan Pekojan, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, bakal berlebaran di lokasi pengungsian.
Nasifah misalnya, perempuan berusia 41 tahun itu memastikan tak pulang ke Gianyar Bali lantaran rumah dan gerobak satenya hangus terbakar pada Sabtu (31/7/2012) siang.
"Rencana Lebaran di sini saja dulu. Rumah saya habis, usaha bareng suami juga kebakar semua," kata Nasifah di Jakarta, Selasa (31/7/2012) siang.
Saat ini Nasifah memilih tinggal di pengungsian sementara bersama sang suami, Nursidi dan ketiga anak mereka. Nasifah mengaku, tak memilih mudik lantaran ingin membangun rumahnya tersebut.
Nasib serupa juga dialami Siti Hafsiah. Perempuan berusia 42 tahun itu enggan berpikir untuk mudik. Perempuan yang bekerja di konveksi rumahnya itu hanya bisa pasrah.
"Belum mikirin mudik, paling di sini saja dulu, atau nggak nanti menginap di masjid," katanya.
Siti mengaku masih bingung bagaimana cara membangun rumahnya kembali. Untuk itu, Ia memilih akan mengurus satu anaknya di lokasi pengungsian, di bawah kolong Jembatan Layang Angke Barat.
"Sekarang nggak ada uang, nggak ada kegiatan. Sementara cuma tinggal di posko saja. Paling sampai posko tutup, katanya sih lima atau tujuh hari lagi," katanya.
Korban kebakaran tak selamanya bermuram durja. Beberapa warga Pekojan memilih membereskan puing-puing rumah. Tenda pun didirikan seraya menanti bantuan pemerintah provinsi.
"Tinggal di posko sumpek, banyak yang sakit. Kasihan, anak saya banyak, ada lima, ditambah mertua dan istri saya. Lebih baik saya mendirikan tenda sendiri dekat rumah," kata Supriyadi, warga Jembatan Item di RT 08 RW 07 Kelurahan Pekojan, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat.
Pria berusia 38 tahun itu menyebut, tenda yang didirikan di sekitar rumahnya itu disambut anak dan istri. Setelah berdiri, dan cukup layak ditempati keluarga Supriyadi pun berpindah lokasi pengungsian.
"Awalnya saya doang yang nginep di sini, baru sudah ada tenda begini kami semua kesini," paparnya seraya berupaya untuk kembali hidup mandiri.
"Kalau ada yang ngasih ya diterima, tapi istri saya sudah mulai masak sendiri. Sekarang dia lagi belanja di Pasar Angke," ucapnya.
Bukan hanya Supriyadi yang menetap di sisa-sisa puing rumah. Nur Qomariah (27) juga memilih tinggal di sisa-sisa puing rumah. Perempuan yang tengah hamil muda itu memilih tinggal di balik tembok rumahnya bersama suami dan keluarga.
"Saya ikut suami dan keluarga, ada saudara, dan satu anak saya umurnya empat tahun," imbuhnya.
Perempuan asal Madura ini berencana akan membangun rumahnya kembali. Saat ini, ia sedang sibuk mengukur sana sini, karena menurut informasi yang diterimanya, akan ada bantuan dari yayasan swasta di Taiwan yang siap membantu proses pembangunan rumah.
"Lagi coba mengurus bantuan, katanya dari RT akan bantu memroses, semoga saja ada," katanya.
Bantuan untuk membangun rumah diamini Lurah Pekojan, Agus Yusuf. Agus menyarankan warga untuk memberikan data melalui RT, RW, Kelurahan hingga ke Wali Kota.
"Nanti yang tidak sanggup membangun akan diarahkan ke Yayasan Budha Suci, Taiwan. Data batas rumahnya harus jelas. Karena yayasan akan mensurvei setelah data warga berhasil diinvetarisasi Camat sampai ke Wali Kota," ujarnya.
Kendati demikian, Ia pun mempersilahkan warganya untuk kembali membangun rumah sesuai kemampuan.
"Sepanjang itu tidak bermasalah, warga diperbolehkan membangun kembali rumahnya, dengan satu catatan tanahnya tidak bermasalah dengan tanah pemerintah, dan yang lainnya," imbuhnya.