Sejak Dibangun Tahun 1912, Masjid Sabilussalam Tak Pernah Sepi Pengunjung
Sampai saat ini, Masjid Sabilussalam setiap harinya selalu dikunjungi ratusan umat muslim, meskipun bangunan telah direnovasi.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, KUTAI BARAT - Kabupaten Kutai Barat (Kubar) tidak hanya terkenal dengan nilai seni dan budayanya hingga mengharumkan nama Kaltim di tingkat nasional, bahkan internasional.
Bumi "Tanaa Purai Ngeriman" ini ternyata juga memiliki warisan budaya Islam yang penuh dengan nilai sejarah.
Masjid Sabilussalam, yang berada di Kelurahan Melak Ilir, Kecamatan Melak, merupakan bangunan tempat beribadah umat Islam yang dibangun pada 1912-an atau zaman Kerajaan Mulawarman.
Sampai saat ini, Masjid Sabilussalam setiap harinya selalu dikunjungi ratusan umat muslim, meskipun bangunan telah direnovasi.
Mendengar cerita dari masyarakat Kubar tentang sejarah masjid tertua di Kubar yang ramai dikunjungi masyarakat tersebut mendorong Tribun Kaltim (Tribunnews.com Network) ingin melihatnya dari dekat.
Masjid Sabilussalam berdiri megah di atas tanah seluas 20x20 meter persegi. Saat salat Ashar, terlihat ratusan umat Islam mendatangi masjid untuk melaksanakan salat berjamaah di masjid yang memiliki tiga pintu utama di bagian depan itu dipenuhi jamaah.
"Setiap waktu salat, masjid ini selalu didatangi ratusan umat Islam," kata H Imansyah Said (58), Ketua Takmir Masjid Sabilussalam.
Ayah dua anak ini mengungkapkan, masjid yang awalnya hanya berukuran 10x10 M2 dengan tinggi atap 3,5 meter dibangun sejak tahun 1958. Saat ini telah direnovasi dan diperluas menjadi 20x20 M2. Masjid tak pernah sepi dari pengunjung.
Imansyah menuturkan, masjid tersebut sudah ada sejak zaman Kerajaan Mulawarman. Saat itu Melak merupakan satu dari sekian banyak daerah di bawah kekuasaan Raja Mulawaman. Penduduk Melak merupakan keturunan Aji (sebutan Raja-raja Kutai).
Saat itu keturunan Aji yang mendiami Melak mendirikan masjid berukuran 10x10 dari bahan kayu di tepi Sungai Mahakam. Di bawah masjid terdapat makam.
"Entah itu kuburan siapa, yang jelas itu merupakan kuburan keturunan raja," jelasnya.
Namun pada 1958 masjid tersebut runtuh akibat abrasi Sungai Mahakam. Saat itu juga para keturunan Aji kembali membangun masjid, berukuran 10 x 10 terletak 100 meter dari tepi Sungai Mahakam.
Di atas tanah yang diwakafkan warga bernama Pakar dan Ocon.
"Setelah itu nenek kami kembali mewakafkan tanah seluas 10x12 meter persegi," jelasnya.
Setelah mendapat restu dari warga yang dermawan, ketua masjid yang saat itu bermana H Muhammad Said serta pengurus lainnya, yakni Syahrun dan Salman merenovasi masjid dan memperluas bangunannya.
Tahun 1970-an cucu dari Pakar bernama Kubi dan Nurdin kambali mewakafkan tanah seluas 20x20 M2. Seiring berjalannya waktu, dan beberapa kali melakukan pergantian ketua masjid, akhirnya 2006, Imansyah Said, anak dari M Said ditunjuk sebagai Ketua Masjid Sabillussalam.
Sebab setiap tahunnya jamaah yang melakukan salat di masjid terus bertambah. Tepat di bulan Oktober 2010 masjid kambali direnovasi dari bangunan kayu menjadi bangunan beton.
Hingga sampai saat ini masjid terus diperluas dan diperbaikki.
"Kondisi bangunan Masjid Sabilussalam saat ini dapat menampung 5 ribu jamaah lebih," tandasnya.