Cara Rasulullah Menyambut Ramadan
Prof Dr Muslim Ibrahim, MA dalam tulisannya dimengisahkan tentang cara Rasulullah menyambut bulan suci Ramadhan.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM - RAMADHAN, memang bulan paling mulia, paling agung.
Tak heran semua manusia ingin menyambutnya dengan cara-cara yang dianggap paling cocok dengan rasa dan selera.
Ada yang menyambutnya dengan pawai kemuliaan, resepsi, taptu dan lain sebagainya, seperti yang telah saudara sebutkan itu.
Bahkan, beberapa hari sebelum Ramadhan datang ada orang-orang yang sudah menunggu munculnya bulan mulia ini di tepi laut, tepi sungai atau danau, seolah bulan Ramadhan akan keluar dari dalam air.
Sebagiannya wajar-wajarlah, tapi ada juga yang sampai ke tingkat melanggar ketentuan syariat, seperti camping di tepi pantai, campur-baur laki-perempuan yang bukan mahram.
Ketua MPU Aceh, Prof Dr Muslim Ibrahim, MA dalam tulisannya di Serambi Indonesia(Tribunnews.com Network) mengisahkan tentang cara Rasulullah menyambut bulan suci Ramadhan ini.
Saudara, beberapa hari sebelum berakhirnya bulan Syakban tahun kedua Hijrah Nabi ke Madinah, turunlah ayat Alquran yang mewajibkan puasa pada bulan Ramadhan, yaitu:
“Wahai orang orang yang beriman diwajibkan ke atasmu berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada umat umat sebelum kamu, agar kamu dapat menjadi orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183).
Untuk menyosialisasikan ayat tersebut serta menyambut Ramadhan, selepas shalat ‘Ashar hari itu juga, Rasulullah saw berpidato: Ayyuhannaas! Sayazhillukum Syahrun ‘Azdimun Mubaarak.
“Wahai manusia! Kini telah dekat kepada kalian satu bulan agung, bulan yang sarat dengan berkah. Bulan yang di dalamnya ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Inilah bulan yang Allah telah menetapkan puasa pada siang harinya sebagai suatu kewajiban dan shalat (sunnah) pada malam harinya sebagai shalat sunnah. Barang siapa ingin mendekatkan diri kepada Allah pada bulan ini dengan suatu amal sunnah, maka pahalanya sama dengan ia melakukan amal yang wajib pada bulan-bulan lain. Dan, barang siapa melakukan amal wajib pada bulan ini, maka dia akan dibalas dengan pahala melakukan tujuh puluh amal wajib pada bulan-bulan lain. Inilah bulan kesabaran dan imbalan atas kesabaran adalah surga. Inilah bulan peduli dan simpati terhadap sesama. Pada bulan inilah rezeki orang-orang yang beriman ditingkatkan. Barang siapa memberi makan (untuk berbuka puasa) kepada orang-orang yang berpuasa, maka dia mendapatkan balasan keampunan atas dosa-dosanya dan pembebasan dari Neraka Jahanam. Selain itu, dia juga memperoleh ganjaran yang sama sebagaimana ganjaran yang dikaruniakan atas orang yang berpuasa tersebut, tanpa sedikit pun mengurangi pahala orang yang berpuasa itu.”
Sejenak Rasulullah saw berhenti, tiba-tiba, seseorang di antara-mereka mengeluh kepada beliau: Wahai Rasulullah, tidak semua di antara kami memiliki sesuatu yang bisa kami berikan kepada orang berpuasa untuk berbuka.
Rasulullah melanjutkan pidatonya: “Allah akan mengaruniakan balasan ini kepada seseorang yang memberikan sesuatu untuk berbuka puasa, meskipun hanya sebiji kurma, seteguk air, atau segelas susu. lnilah bulan yang pada sepuluh hari pertamanya Allah menurunkan rahmat, pada sepuluh hari pertengahannya, Allah memberikan ampunan, dan pada sepuluh hari terakhirnya, Allah membebaskan hamba-hamba-Nya dari Neraka Jahanam. Barang siapa yang meringankan beban hamba sahayanya pada bulan ini, Allah swt akan mengampuni dan membebaskannya dari neraka. Perbanyakanlah empat amalan di bulan ini; dua hal bisa mendatangkan keridhaan Tuhan, dan yang dua lagi kalian pasti memerlukannya. Dua hal yang mendatangkan keridhaan Allah ialah hendaknya kalian mengucapkan syahadat (persaksian bahwa tiada tuhan kecuali Allah dan Muhammad adalah Utusan Allah) dan istighfar (permohonan ampun kepada-Nya) sebanyak-banyaknya. Sedangkan dua hal yang kalian pasti memerlukannya ialah hendaknya kalian memohon kepada-Nya untuk masuk surga dan berlindung kepada-Nya dari Neraka Jahanam. Dan, barang siapa yang memberi minum kepada orang yang berpuasa (untuk berbuka), maka Allah akan memberinya minuman dari telagaku yang dengan sekali teguk saja, dia tak akan pernah kehausan lagi hingga dia memasuki surga.”
Pidato Nabi tersebut dapat dianggap sebagai pidato menyongsong alias menyambut Ramadhan.
Dalam konteks zaman setelahnya, cara ini kemudian dalam bentuk ceramah yang lazim dilakukan menyambut Ramadhan.