Tobatnya Penggemar Musik Cadas, Tinggalkan Ganja dan Minuman Keras
Dua komunitas yang selama ini identik dengan kekerasan dan anarkhi itu ternyata mampu menebar kebahagiaan.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Bagaimana jika musisi rock dan bonek kumpul bareng?
Dua komunitas yang selama ini identik dengan kekerasan dan anarkhi itu ternyata mampu menebar kebahagiaan.
Setidaknya aksi kebersamaan itu mereka wujudkan lewat bagi-bagi takjil dan dilanjutkan buka puasa bersama di Jl Kranggan 86 Surabaya, Minggu (18/6/2017).
Malam itu sedikitnya 500 orang musisi berbagai genre rock dan para bonek ini duduk lesehan hanya beralaskan tikar sambil menikmati menu sego krawu dan soto ayam.
Sebelum buka bersama, ratusan musisi dan para penggemar musik metal ini sempat pula mendengarkan tausyiah yang disampaikan oleh Abah Juki, mantan basis Andromeda Band yang belakangan fokus di kegiatan keagamaan.
Selain itu juga ada ustad Suyid, tokoh di Nuclear Assault Fans Club.
Dari pengamatan Surya.co.id (Tribunnews.com network), ada sekitar 20 komunitas musisi dan metal head lesehan di atas alas seadanya yang mereka gelar untuk duduk sambil mendengarkan tausyiah.
Tak hanya dari Surabaya, ada pula yang dari luar kota, seperti Madiun Satu Arah, Malang Rock Legend, Mojokerto Black Konspirasi, Gresik Rocker, Sedayu Community, dan Krian Rock City.
“Pesan yang mereka sampaikan sangat mengena, sebab mereka tokoh yang selama ini berkaitan langsung dengan dunia musik metal ini. Musik yang identik dengan narkoba dan minuman keras,” tutur Edy, salah seorang fans fanatik musik rock underground.
Penuturan Edy ini didukung oleh Dodon yang menegaskan, pihaknya sengaja mengundang dua tokoh tersebut agar berbagi pengalaman mereka.
“Pengalaman sebagai musisi dan juga penggemar musik cadas yang sudah tobat,” katanya.
Saat memberi tausyiah, baik Abah Juki maupun ustad Suyid memang lebih banyak menekankan bahwa pertunjukan musik rock tetap bisa berlangsung tanpa harus minum-minuman keras atau mengisap ganja.
Eksistensi dalam bermusik tak harus diekspresikan dengan minuman beralkohol ataupun narkoba.
“Pertemuan seperti ini tak hanya untuk silaturahmi, tetapi juga menjaga kebersamaan dengan saling berbagi,” tegas Dodon.
Ditekankan Dodon, kesan bahwa musik rock identik dengan narkoba dan minuman beralkohol harus ditepis.
"Di tahun 1990-an, setiap konser rock pasti selalu dibarengi dengan mabuk-mabukan, dan hisap ganja. Eranya sudah berbeda. Meski upaya itu memang tidak mudah," ucap Dodon.