Jangan Berdebat Perbedaan Jumlah Rakaat Shalat Tarawih, Semua Benar Dan Ada Dalilnya
Mereka kemudian melanjutkan salat witir sebanyak tiga rakaat di tempat lain yang memang sudah disediakan oleh pengurus masjid
Editor: Husein Sanusi
Di sinilah contoh keragaman pengamalan bisa kita lihat dapat berjalan dengan harmonis. Hal ini merupakan representasi dari keragaman yang terjadi di Indonesia, bahwa masyarakat dapat bersikap luwes tanpa menyalahkan golongan yang berbeda pendapat.
Keragaman yang dimaksud adalah latar belakang budaya, ras, suku, agama, dan juga praktek pengamalan dalam agama yang sama. Sebab pada teks yang sama, bisa jadi terdapat penafsiran yang beragam.
Keragaman adalah realitas yang sangat baik jika kita sikapi dengan tangan terbuka. Dalam konteks perbedaan jumlah rakaat salat tarawih misalnya, kita terpaut jauh beberapa abad dari masa Nabi Muhammad Saw, yang mana berdasarkan beberapa pendapat, tidak ada batasan rakaat pada masanya.
Bahkan generasi sahabat Nabi dan Tabiin, hanya bisa menafsirkan melalui riwayat-riwayat hadis yang sangat terbatas.
Pun demikian pada persoalan perbedaan hal-hal lainnya. Dalam bingkai kebangsaan Indonesia, sering diistilahkan dengan Bhinneka Tunggal Ika, yakni berbeda-beda tetapi tetap satu tujuan.
Adanya perbedaan antara satu dengan yang lainnya, jangan kemudian dijadikan sebagai kesimpulan bahwa salah satunya adalah yang terbaik dan terpuji. Semuanya sama. Mari kita sikapi dengan tangan terbuka dan hati yang menerima.
* M. Warits, alumni Pondok Pesantren Darul Ulum Banyuanyar. Saat ini mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Artikel ini telang tayang di ganaislamika.com dengan judul: https://ganaislamika.com/perbedaan-jumlah-rakaat-tarawih-representasi-pluralisme-indonesia/