Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Ramadan

Kopi, Pasta, dan Samosa yang Ngehit di Dunia Ternyata Dipengaruhi Transformasi Kuliner Islami

Pangsit atau Jiaozi, makanan Tiongkok yang berisi daging babi. Berkat pengaruh Mongol-Islam makanan ini menjadi populer di dunia, dan isinya berganti

Editor: Anita K Wardhani
zoom-in Kopi, Pasta, dan Samosa yang Ngehit di Dunia Ternyata Dipengaruhi Transformasi Kuliner Islami
My Food Story
Samosa. 

Pujangga Ishaq Ibnu Ibrahim bahkan pernah menulis tentang daging isian pastri berbentuk segitiga yang dia sebut sebagai sanbusak.

Sanbusak adalah nama lain dari samosa, yang merupakan suku kata pertama dari kata dalam bahasa Persia yang berarti “tiga”.

Anggur dan arak mulanya masih banyak dikonsumsi sebelum hadits Rasulullah SAW tentang Khamr diinterpretasikan sebagai pelarangan akan minum minuman beralkohol.

Anggur pun akhirnya dilarang, meski pun pelarangannya memakan proses hingga beberapa abad. Anggur masih dijajakan oleh pedagang-pedagang non-Muslim di beberapa tempat.

Gandum dianggap sebagai biji-bijian berharga. Tharid, atau roti yang disiram kaldu, menjadi populer karena disebut-sebut sebagai hidangan kesukaan Rasulullah SAW.

Hingga kini, tharid masih disajikan di Maroko hingga Xinjiang, rumah bagi para Muslim Uyghur.

Tepung gandum dicampurkan dengan air untuk membuat sawiq, minuman yang beberapa kali disebutkan dalam hadits, serta dipercaya dapat menyejukkan diri. Gandum juga dibuat ke dalam hidangan-hidangan lain seperti murri (bumbu yang terbuat roti yang telah basi), kue pastri, dan pasta kering.

Berita Rekomendasi

Pembuatan pasta kering memakai durum, jenis gandum keras yang dikembangbiakan di Sisilia (Sicily) sejak zaman Kerajaan Romawi.[4] Pasta kering yang dibuat kebanyakan berbentuk lembaran mie tipis (fidaush) atau lembaran tebal (itriyya).

Kata “fidaush” diserap ke dalam bahasa Spanyol menjadi “fideos” yang artinya mie dan menjadi “fedelini” dalam bahasa Italia.[5] “Itriyya” pun diserap menjadi “tria” yang artinya pasta dalam dialek beberapa wilayah di Italia.[6]

Ciri khas kuliner Islami lain pada zaman Perso-Islamic adalah hidangan yang kaya akan warna dan bumbu rempah-rempah. Beberapa yang paling sering digunakan adalah kayu manis, cengkeh, jintan, merica hitam, dan kuma-kuma (safron). Untuk makanan manis, adas manis (anise) adalah rempah paling favorit. Untuk menambah aroma, kadang esens mawar atau bunga jeruk juga ditambahkan.

Selain rempah-rempah dan gandum, hal lain yang sangat disukai zaman itu adalah rasa manis. Berbagai hidangan mulai kue pastri goreng, minuman ringan, mie gandum, hingga nasi tanak sering ditambahkan sirup gula atau madu. Sirup, jus buah manis yang dikentalkan, jeli, dan selai buah-buahan kadang bahkan dipakai juga sebagai obat.

Pemrosesan gula tebu yang ditengarai pertama datang dari India dikawinkan dengan metode filtrasi dari Mesir, Yordania, dan Suriah. Gula hasil proses filtrasi tersebut kemudian banyak digunakan untuk membuat manisan buah-buahan yang akhirnya menjadi camilan khas di Damaskus. Pada tahun 1400, gula sudah bisa ditumbuhkan di Mesir, Suriah, Yordania, Afrika Utara, Spanyol, dan kemungkinan juga di Ethiopia dan Zanzibar, pesisir timur Afrika.

Dengan berjalannya waktu, kekuasaan Islam pun mulai melemah. Dimulai dari jatuhnya Kordoba ke tangan umat Kristiani, hingga kemudian Baghdad yang direbut bangsa Mongol di tahun 1258. Hal ini menandai dimulainya tahap kedua ekspansi kuliner Islami, yaitu era Mongol-Islami.

Pada masa kejayaannya (1200-1350 M), kuliner bangsa nomaden Mongol dipengaruhi oleh sentuhan Tiongkok, Perso-Islamic, dan Turko-Islamic.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas