Kopi, Pasta, dan Samosa yang Ngehit di Dunia Ternyata Dipengaruhi Transformasi Kuliner Islami
Pangsit atau Jiaozi, makanan Tiongkok yang berisi daging babi. Berkat pengaruh Mongol-Islam makanan ini menjadi populer di dunia, dan isinya berganti
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM - Perkembangan sejarah kuliner halal secara Islam menempuh banyak peradaban yang memengaruhinya.
Keberadaan kuliner Islami di berbagai tempat tidak dapat dilepaskan keterkaitannya dengan ekspansi agama Islam ke berbagai belahan dunia.
Ekspansi kuliner ini nantinya berpengaruh kepada cita rasa masakan khas negara-negara di Asia, khususnya Asia Tengah dan Asia Selatan.
Karakteristik utama hidangan-hidangannya antara lain penggunaan tepung gandum, penambahan rempah-rempah yang kaya, serta camilan yang menitikberatkan kepada rasa manis.
Tidak hanya itu, kuliner Islami juga berpengaruh kepada lahirnya makanan-makanan yang mendunia, seperti kopi, pasta, dan samosa.
Perkembangan kuliner Islami berlangsung dalam tiga tahap.
Baca: PUASA SEHAT, Pecinta Kopi Masih Bisa Ngopi Saat Ramadan, Tapi Jangan Diminum Saat Sahur, Ini Triknya
Pertama, penyebaran kuliner hasil asimilasi kultur Persia dengan Islam (Perso-Islamic) yang terbentuk di abad ke-8 dan ke-9 ke Mesopotamia barat, Afrika Utara, beberapa wilayah Eropa selatan, dan India bagian barat.
Penyebaran ini membawa serta metode pemrosesan makanan, khususnya penghalusan dan distilasi gula, yang kemudian melahirkan jenis-jenis sirup yang dipakai dalam bidang medis, alkemis, dan tentunya masak-memasak.
Pemrosesan gula ini juga membantu menciptakan berbagai macam minuman dan gula-gula dari kacang-kacangan, buah-buahan, dan tepung gandum, serta munculnya penambah rasa seperti air bunga mawar atau bunga jeruk.
Tahap pertama ini berakhir ketika bangsa Mongol menginvasi daerah kekuasaan Islam, yang kemudian menggantikan kuliner Perso-Islamic dengan kuliner kekaisaran Mongol.
Gula merupakan bahan makanan yang berasal dari inovasi dunia Muslim. Photo: Shutterstock
Tahap kedua ditandai dengan dikuasainya jazirah Persia oleh bangsa Mongol.
Pada masa ini, kuliner praktis khas bangsa Mongol yang nomaden berpadu dengan sentuhan Perso-Islamic, Turko-Islamic, dan Konfusionisme-Taoisme-Buddhisme.
Ajaran-ajaran agama tersebut tidak hanya meresap ke dalam filosofi kuliner Mongol, namun juga pada beberapa aspek gaya hidup mereka.
Baca: Trik Agar Masakan Tetap Lezat Saat Harga Bawang Putih Meroket, Bisa Diganti Bumbu Ini