Mutiara Ramadan: Kekuatan Bahasa Agama
Oleh mereka yang beriman, sapaan Tuhan diyakini dan dihayati sebagai curahan kasih sayang, jalan keselamatan, serta ikatan janji yang harus dipenuhi.
Editor: Dewi Agustina
Akan jauh lebih efektif lagi jika religious gathering itu diiringi musik mistikal serta pembahasan terhadap pesan tauhid dan moral yang dikandungnya.
Bagi umat beragama yang masuk dalam kategori "ahlul kitab", teks kitab suci dan berbagai penafsirannya dihayati sebagai suatu mata air pencerahan Ilahi, yang kemudian oleh umatnya ditampung dalam sebuah bendungan dalam bentuk etika sosial dan tata cara ritual, yang dihidupkan secara terus-menerus oleh komunitasnya melalui salat jamaah, pengajian.
Jadi konsep masjid dan rumah ibadah lainnya bukan terletak pada bangunan fisiknya, melainkan pada setting psikologis-teologis dan mistikal dari para anggota jamaahnya.
Itulah sebabnya di berbagai kantor atau hotel, ketika waktu salat Jumat tiba seketika itu juga dimunculkan masjid.
Bagi orang yang beriman, sebutan "Tuhan" dalam teks kitab suci bukan sekadar bunyi dari deretan huruf dan bukan pula objek analisis spekulatif sebagaimana dalam tradisi filsafat.
Pucuk Gunung Es
Meskipun sama-sama menyebut kata "Tuhan", getaran batin dan asosiasi epistemologisnya pasti akan berbeda pada setiap individu, terlebih lagi jika yang mengucapkan itu berbeda-beda agama.
Hal ini dikarenakan antara lain teks dan ekspresi kitab suci sesungguhnya juga berfungsi untuk mewadahi dan menyublimasi cita-cita dan komitmen moral orang beriman.
Ketika kata "Allah", misalnya, diucapkan oleh umat Islam, Dia tidak lagi dilihat sebagai "person" asing di luar, melainkan Allah yang hidup dan hadir, menyaksikan semua tarikan napas, kata yang keluar, serta tindakan.
Dengan kata lain, bahasa dan ekspresi keagamaan adalah manifesto komitmen moral dan iman dari orang-orang yang beragama secara saleh.
Itulah sebabnya acara konversi, agama dimulai dengan ikrar kesaksian.
Ungkapan keagamaan bagaikan pucuk gunung es di lautan yang di permukaan kecil, tetapi bagian bawahnya besar sehingga kapal bisa karam jika menabraknya.
Dalam kaitan ini, bisa dimaklumi ketersinggungan umat beragama kalau bahasa agama dilecehkan karena di dalam dan melalui teks-teks keagamaan itu artikulasi dan cita-cita keselamatan hidup ditambatkan.
Jadi, mengapa figur Nabi Muhammad SAW jika dilecehkan bisa memancing reaksi keras?
Satu alasannya karena bagi orang beriman Nabi Muhammad SAW diyakini sebagai manifestasi jalan keselamatan.