Tasawuf Underground, Komunitas yang Rangkul Anak Punk Ini Antarkan Acil Hijrah Tanpa Paksaan
Selama mengikuti Tasawuf Underground, Acil mengaku mendapatkan banyak manfaat. Apa dan bagaimana komunitas yang diikutinya ini?
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sabtu (25/5/2019), sekitar pukul 14.30, Acil (30) datang ke kolong jembatan di depan Stasiun Tebet, Jakarta Selatan.
Sambil menggendong anaknya, ia berjalan untuk kemudian menyapa rekan-rekannya yang sudah lebih dulu tiba.
Acil merupakan salah satu peserta Tasawuf Underground, sebuah komunitas yang digagas seorang ustadz bernama Halim Ambiya.
Komunitas ini merangkul anak punk dan jalanan, memberikan ilmu pengetahuan soal agama.
Di kolong jembatan Tebet, komunitas ini sudah berjalan selama tujuh bulan sejak November 2018.
"Di sini sudah jalan dua pekan, saya baru ikut," kata Acil kepada TribunJakarta.com (Grup Tribunnews.com)
Baca: Mengejar Berkah Malam Lailatul Qadar, Kapankah? Ini Analisa Syekh Abdul Qadir Al-Jilani
Mulanya, ia hanya mendengar informasi tentang adanya pengajian di kolong jembatan Tebet.
Karena penasaran, Acil pun mencoba untuk melihat langsung kegiatan tersebut.
"Saya prinsipnya nggak percaya kalau nggak lihat pakai mata sendiri," tuturnya.
"Ternyata positif. Saya lihat cara dakwahnya Pak ustad beda dari yang lain," tambah dia.
Menurutnya, Halim tidak pernah memaksakan kehendak terhadap para peserta.
Baca: Mengenal Nino Mandalla Voice Ramadan, Suaranya Mirip Ustaz Jefri Al Buchori Uje & Mantan Anak Punk
"Nggak ada yang namanya harus ubah penampilan, nggak ada paksaan pokoknya. Itu kenapa saya mau ikut. Kalau banyak aturannya malah saya nggak mau," ucap Acil.
Selama mengikuti Tasawuf Underground, Acil mengaku mendapatkan banyak manfaat.
"Kita kan nggak cuma diajarin ngaji, tapi ada pemberdayaan ekomomi supaya kawan-kawan nggak di jalan lagi. Kayak saya nih sekarang nyablon," jelasnya.
Tasawuf Underground, Cara Lain Merangkul Anak Jalanan dan Punk
Apa dan bagaimana kiprah komunitas Tasawuf Underground ini sebenarnya?
Berawal dari kerisauan Halim Ambiya (45) melihat minimnya pendidikan agama terhadap anak-anak punk dan jalanan membuatnya tergerak untuk turun tangan.
Ia pun mendirikan Komunitas Tasawuf Underground pada 2012 lalu.
Namun, komunitas ini awalnya hanya bergerak di media sosial Facebook dan Instagram.
“Saya memposting kalimat-kalimat hikmat, ajaran-ajaran Islam tentang tasawuf, ilmu batin dan syariat,” kata Halim saat ditemui TribunJakarta.com di bilangan Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (23/3/2019).
Halim melihat respons pengikutnya di media sosial cukup banyak.
Akan tetapi, ia merasa saat itu orang-orang belajar agama secara sembunyi-sembunyi.
“Mereka baca postingan saya di bus, mobil, kantor, dan sebagainya. Hal-hal yang tidak bisa mereka dapatkan dengan mudah di pesantren atau sekolah, karena kebanyakan memang dari Kitab Kuning,” ujarnya.
Dari situlah ia memahami bahwa pendidikan agama tidak bisa kalau hanya didekati dari dunia maya.
Sebab, menurutnya, pendidikan agama di dunia maya menjadi tidak terjangkau, terlalu melangit, dan tidak membumi.
Maka sejak tiga tahun lalu, Halim dibantu rekan-rekannya di komunitas memutuskan untuk terjun langsung menjangkau anak punk dan jalanan.
Awalnya bukan di kolong jembatan layang Tebet, tapi di bilangan Ciputat, Tangerang Selatan.
“Ternyata ketika saya masuk ke mereka tidak butuh energi besar, kalau caranya benar. Caranya yaitu persahabatan. Di situ lahir berbagi ilmu, berkah, berbagi pekerjaan,” tutur Halim yang merupakan dosen di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta.
“Tidak bisa mereka didekati dengan nasihat biasa, harus disentuh secara pribadi. Jadi, persahabatan itu kunci utama. Akhirnya mereka yang meminta saya untuk mengajarkan mengaji dan salat.”
Ia menjelaskan, saat ini terdapat 45 anak punk dan jalanan yang rutin mengikutin kegiatan Tasawuf Underground di Tebet.
Mereka tidak hanya diajarkan shalat, mengaji, dan hadits, tetapi juga dibekali ilmu keterampilan seperti menyablon, desain grafis, serta bermain musik.
Halim berharap anggapan negatif di masyarakat tentang anak punk dan jalanan dapat hilang.
“Lihat tampilannya berbeda, bertato, sudah dicurigai mencuri sandal. Padahal mereka hanya datang untuk merasakan bagaimana kesejukan masjid,” katanya.
“Tapi orang-orang di masjid, yang konon dianggap suci, menganggap mereka sampah. Padahal itu tugas masjid untuk merangkul mereka. Masjid harus menjemput bola.”
Kegiatan Tasawuf Underground di kolong jembatan Layang Tebet berlangsung setiap Jumat dan Sabtu pada pukul 14.00 hingga 17.00 WIB.
(Annas Furqon Hakim)
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Peserta Tasawuf Underground Ini Memilih Hijrah Tanpa Paksaan, dan Tasawuf Underground, Cara Lain Merangkul Anak Jalanan dan Punk,