Mutiara Ramadan: Memudikkan Kesucian
Ibadah puasa dimaksudkan agar manusia mampu mengangkat harkat kemuliaannya yang azali, primordial, yakni berada dalam kesucian.
Editor: Dewi Agustina
Inilah solidaritas organik, yakni suatu anyaman hidup bermasyarakat di mana hubungan antarindividu saling kenal, saling terkait, dan saling menyapa, serta penuh empati.
Suasana batin yang fitri terus dijaga dan dimanfaatkan secara maksimal, antara lain dengan mentradisikan saling bersilaturahmi dan bermaafan.
Terkait tradisi silaturahmi, muncul gejala sosial yang amat mudah diamati beriringan Hari Raya Idul Fitri, yaitu arus mudik.
Transportasi menjadi masalah utama menjelang dan sesudah hari raya Idul Fitri.
Berkenaan dengan fenomena mudik, sebenarnya untuk kembali menguatkan pertalian tradisional, dengan akar budayanya di kampung.
Prosesi Ritual
Namun faktanya tradisi mudik bukan sekadar pulang kampung.
Lebih dari itu mudik menjadi prosesi ritual yang mencerminkan nilai-nilai fundamental kehidupan yaitu cinta sesama manusia.
Selain itu juga melambangkan suatu sikap dan gaya hidup serta ketertarikan manusia terhadap komunitas dan sejarahnya.
Karena itu, upaya membendung terjadinya luapan arus mudik atau bahkan budaya mudik bukan hal gampang karena hal ini berkaitan dengan dorongan alamiah atau fitri manusia.
Mereka ingin kembali kepada hal-hal berdimensi asal, seperti ingin kembali kepada orang-orang yang paling dekat, ibu-bapak dan saudara.
Dorongan dan kerinduan yang bersifat natural atau fitri itu juga merupakan dorongan yang mengajak orang kembali kepada asalnya, yakni kesucian, ingin meminta maaf kepada mereka.
Idul Fitri sebagai sarana atau medium bermaaf-maafan setelah menjalani tobat dan meminta maaf atau ampunan kepada Allah SWT.
Sebagai sarana meminta maaf, Idul Fitri juga merupakan ajang menjalin silaturahmi, menjalin kasih sayang, dimulai dari meminta maaf kepada orang tua dan sanak saudara.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.