Berpuasa di Benua Eropa: Tomy Puasa Hingga 18 Jam Lamanya, Subuh Jam 2 Pagi, Berbuka Jam 8 Malam
Bulan Ramadan kali ini yang menjadi istimewa lantaran pemerintah Rusia melakukan pembatasan, tidak ke luar rumah untuk menekan penyebaran Covid-19.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Dewi Agustina
"Ke masjid dibatasi tidak sebebas tahun lalu," ujarnya.
Tahun lalu Tomy bisa berbuka di basement masjid.
Baca: Belajar dari Vietnam, Dibutuhkan Kepatuhan Masyarakat Agar Korban Covid-19 Semakin Berkurang
Di Rusia, menurut dia, setiap bangunan memiliki basement. Setiap masjid ada basement karena budaya Rusia selain karena dingin, bangunan-bangunan, memiliki basement.
"Tahun lalu setelah salat Maghrib takjilan kurma. Berbuka bersama, makan bareng, tapi cowok sama ceweknya dibedakan. Di meja sudah tersedia buah, sayur," kata dia.
Tomy adalah salah satu mahasiswa Universitas Federal Kazan, Rusia.
Keinginannya belajar di sana bermula karena keingintahuan. Dari menonton gala aksi yang mengidentikkan orang Rusia adalah mafioso.
"Waktu saya kecil saya melihat semua stereotype di film orang rusia selalu dikaitkan dengan mafia. Tapi masa iya tidak ada sisi baiknya? Dan selama pandemi corona ini aktivitas saya selain kuliah online, mengerjakan tugas online," katanya.
Tomy bercerita lagi, Rusia tak jauh bedanya dengan Indonesia dari jumlah penduduk yang banyak dan sama-sama memiliki ragam budaya.
Islam di Rusia merupakan agama terbesar kedua setelah agama mayoritas Kristen Ortodoks.
Baca: Gery Bersyukur Tak di-PHK Meski Gajinya Dipotong Perusahaan Agen Travel Hingga 30 Persen
Populasinya sekitar 20 juta penduduk atau 14 persen dari sekitar 142 juta seluruh penduduk Rusia.
Tomy tergabung dalam Perhimpunan Pelajar Indonesia se-Dunia (PPID).
Selama pandemi corona dan menjalani bulan puasa di sana, ia juga membuat acara donasi bersama PPID.
Selama di Kazan, ia bersama Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Rusia (Permira) Kazan Tim Divisi Kerohanian membuat kuliah tujuh menit (Kultum). (tribun network/denis)