Kisah Pengusaha Tionghoa Jusuf Hamka Jadi Mualaf dan Pergulatannya dengan Buya Hamka
Di bulan Maret 1981, akhirnya Alun Joseph memiliki sebuah niat besar untuk menjadi seorang mualaf.
Editor: Choirul Arifin
"Bahkan, saat ini PT CMNP dipercaya untuk mengerjakan proyek Harbour Road 2 di Jakarta senilai 16 Triliun dan NS Link di Bandung senilai 9 Triliun, totak Rp 25 Triliun," tulisnya.
Empat kunci sukses yang masih terus dipegang Jusuf hingga saat ini.
Diantaranya bekerja keras, jujur, bisa dipercaya, dan bakti pada orangtua. Hal ini, yang seolah-olah menjadi senjata Jusuf memperoleh banyak kebaikan.
Kini, Jusuf juga punya cita-cita untuk membangun 1000 masjid.
Pembangunan ini, merupakan bentuk ikhtiarnya dalam menyebarkan kebaikan agama islam lewat caranya sendiri.
Salah satu masjid yang sudah dibangun, adalah masjid berbangunan unik dengan nuansa oriental, yakni Masjid Babah Alun Desari.
"Saya gak pandai ceramah, saya gak pandai ngaji, tapi buat tempat-tempat wisata religi muslim ini menebarkan syiarnya aja," kata Jusuf.
"Dulu saya dagang di Istiqlal, ditolong orang. makanya sekarang saya kembalikan lagi (kebaikan)," tuturnya.
Masjid Babah Alun Desari, memiliki konsep unik yang tak biasa.
Bangunannya dominan berwarna merah menyala, dengan bentuk atap yang melengkung. Masjid ini menggambarkan budaya khas Tionghoa.
Tampilan ala oriental tersebut juga didukung dengan ornamen-ornamen lainnya seperti pintu, jendela, serta tiang-tiang pilar yang berdiri kokoh.
Menurut Jusuf, arsitektur masjid Babah Alun sendiri memang dibuat dengan akulturasi 3 budaya sebagai simbol keberagaman.
Diantaranya budaya Tionghoa, budaya Arab dan budaya Betawi.
Menariknya, kaligrafi-kaligrafi Asmaul Husna di bagian kubah masjid juga dilengkapi dengan terjemahan bahasa mandarin.
Menurut Jusuf, selain untuk menggambarkan keberagaman, kombinasi kaligrafi dengan tulisan mandarin tersebut sekaligus untuk memudahkan para mualaf keturunan Tionghoa dalam mempelajari Asmaul Husna.
Sebab, pembangunan masjid ini juga sekaligus salah satu bentuk dirinya dalam menyebarkan syiar Islam khususnya pada sesama keturunan Tionghoa.
"Sebenernya ini keberagaman tujuannya. Kita tau banyak sodara kita, Tionghoa yang baru masuk islam dan ingin masuk islam sehingga jadi mualaf. Biasanya mereka orang Tionghoa ngerti bahasa Tionghoa, tapi gak ngerti bahasa Arab. Sehingga mereka bisa baca pengertiannya itu diatas dalam bahasa Tionghoanya ini. Jadi saya ingin keberagaman ini terjadi pada sodara kita yang Tionghoa," kata Jusuf.
"Saya mau sebarkan syiar ke teman-teman keturunan Tionghoa, siapa tau mereka dapat hidayah," imbuhnya.
Masjid Babah Alun Desari sendiri, kata Jusuf dibangun di atas tanah seluas 1000 meter persegi dengan luas bangunan utama masjid sekitar 300 meter persegi.
Pada sisi kanan kiri masjid, ada beberapa fasilitas lain yang disediakan untuk masyarakat.
Diantaranya adalah pojok halal, atau warung UMKM yang menjual makanan dan minuman.
Adapula balai rakyat pada lantai atas sisi kiri masjid yang bisa dipergunakan oleh masyarakat secara gratis.
"Misalnya untuk acara akad nikah, sunatan, pengajian, silahkan. Untuk umat beragama lain juga boleh pake, bukan islam boleh pake asalkan dijaga. Jangan pakai musik hingar bingar, dan kalau ada ritual umat islam pas lagi jam solat, jangan berisik. Terus juga makanan dan minumannya harus terjamin halal, supaya kita bisa saling menghormati," imbuhnya.
Sementara di bagian bawah balai rakyat, merupakan tempat wudhu sekaligus toilet.
Selain sebagai tempat ibadah, Masjid Babah Alun Desari ini, juga menjadi salah satu destinasi wisata religi di Jakarta Selatan yang bisa dikunjungi.
Tepatnya berada di Jalan Mandala II Bawah No.100, RT.4/RW.2, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan.