Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Ramadan

Hukum Menonton Video yang Menampakkan Aurat saat Puasa, Batal atau Tidak Puasanya?

Bagaimana hukum menonton menonton video yang menampakkan aurat saat berpuasa? Apakah hal tersebut dapat membatalkan ibadah puasa ?

Penulis: Arif Tio Buqi Abdulah
Editor: Sri Juliati
zoom-in Hukum Menonton Video yang Menampakkan Aurat saat Puasa, Batal atau Tidak Puasanya?
unsplash.com
Ilustrasi bermain HP - Bagaimana hukum menonton menonton video yang menampakkan aurat saat berpuasa? Apakah hal tersebut dapat membatalkan ibadah puasa? Berikut penjelasannya. 

TRIBUNNEWS.COM - Bagaimana hukum menonton menonton video yang menampakkan aurat saat berpuasa? Apakah hal tersebut dapat membatalkan ibadah puasa?

Sebagian orang masih bingung dengan hal tersebut dan seringkali menanyakan ketika menjalani ibadah puasa.

Sebab secara tidak sengaja ketika membuka media sosial atau yang lain, terkadang kita melihat video yang menampakkan aurat.

Dosen UIN Raden Mas Said Surakarta, Tsalis Muttaqin Lc MSI. menjelaskan tentang hal tersebut.

Baca juga: Orangtua Meninggal tapi Mempunyai Utang Puasa, Bagaimana Cara Membayarnya?

Baca juga: Sampai Kapan Qadha Puasa Ramadhan Bisa Dilakukan? Adakah Batas Waktunya?

Tsalis mengatakan, menonton video yang menampakkan aurat tidaklah membatalkan puasa.

Namun hal itu dapat menggugurkan pahala dari puasa sehingga selama berpuasa sehari itu hanya mendapat rasa lapar dan dahaga saja.

"Orang yang berpuasa dia melakukan dosa seperti menonton film-film yang mengumbar aurat."

BERITA TERKAIT

"Selama itu tidak hal-hal yang membatalkan puasa, maka puasanya juga tidak batal, tetapi pahala dari puasa itu yang hangus yang hilang," terangnya dalam program Tanya Ustaz Tribunnews.com.

Jika seseorang melakukan hal tersebut, maka ini sesuai yang disabdakan Rasulullah SAW.

"Banyak orang yang melakukan puasa tetapi dia tidak mendapatkan apapun kecuali haus dan dahaga."

Pada hakikatnya, puasa adalah menahan hawa nafsu agar mendapatkan pahala dan capai ketakwaan.

Ia menjelaskan ada beberapa tingkatan puasa seperti yang dikatakan Imam Al-Ghazali.

Yakni, puasa orang awam atau umum, puasa khusus dan puasa yang lebih khusus.

1. Puasa Umum

Puasa orang umum, menurut Imam Al-Ghazali adalah puasa yang hanya menahan haus dan lapar saja, sementara anggota tubuh lainnya tidak ikut berpuasa.

Puasa ini banyak orang yang melakukannya karena hanya sebatas menahan haus dan dahaga.

"Dia hanya memuasakan mulutnya, memuasakan perutnya, dia tidak memuasakan lidah, tidak memuasakan tangan dan tidak memuasakan hatinya," terang Taslis.

2. Puasa Khusus

Puasa khusus adalah satu tingkatan lebih tinggi dari puasa umum, sebab puasa khusus ini tak hanya sebatas memuasakan mulut dan perutnya saja.

Namun anggota tubuh yang lain juga ikut berpuasa seperti tangan, mata, lisan, telingan hingga kakinya juga berpuasa.

Dalam artian anggota tubuh tersebut dijaga dengan sungguh-sungguh dari hal yang tidak bermanfaat.

Anggota tubuh tersebut hanya difungsikan untuk melakukan hal-hal yang baik selama berpuasa.

"Oleh Imam Al-Ghazali disebut inilah puasanya para ulama para orang saleh, puasanya seperti itu," terangnya.

"Jadi beliau ini berpuasa tidak memuasakan perut saja, tapi juga seluruh anggota badannya semuanya diarahkan kepada Allah SWT, ini puasa yang menurut Imam Ghazali puasa yang ideal," sambungnya.

3. Puasa yang Lebih Khusus

Puasa ini merupakan tingkatan yang tinggi, karena selain anggota tubuh saja yang berpuasa, hati juga ikut dijaga untuk senantiasa taat kepada Allah SWT.

"Sejak sahur atau sejak fajar, hatinya tidak berpaling kecuali hanya kepada Allah, dia selalu menginat Allah sejak fajar sampai nanti berbuka puasa" kata Tsalis.

Menurut Imam Al-Ghazali, puasa ini adalah puasa yang sangat ideal namun hampir tidak bisa dilakukan oleh manusia pada umumnya.

Puasa ini hanya mungkin dilakukan oleh para Nabi dan para Rasul serta orang-orang yang mendapat petunjuk dari Allah SWT.

Baca juga: Bacaan Niat Puasa Qadha untuk Bayar Utang Puasa Ramadhan Tahun Lalu

Baca juga: Penderita Ginjal Boleh Berpuasa? Konsultasikan Dulu dengan Dokter dan Ahli Gizi

Pembatal Puasa

Ada beberapa hal yang dapat membatalkan puasa seseorang seperti dijelaskan dalam buku Tuntunan Ibadah Ramadhan yang diterbitkan Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah tahun 2020.

1. Makan dan Minum Dengan Sengaja

Orang yang makan dan minum di siang hari pada bulan Ramadhan puasanya akan batal.

Dengan demikian orang tersebut wajib menggantinya di luar bulan Ramadhan.

Dasar: “Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar ...” [QS. al-Baqarah (2): 187].

2. Senggama Suami-Istri di Siang Hari

Melakukan hubungan suami istri di siang hari pada bulan Ramadhan juga merupakan hal yang menyebabkan batalnya puasa.

Bagi yang melakukannya maka wajib mengganti puasanya di luar bulan Ramadhan, dan wajib membayar kifarah.

Kifarah tersebut berupa: memerdekakan seorang budak; kalau tidak mampu harus berpuasa 2 (dua) bulan berturut-turut; kalau tidak mampu harus memberi makan 60 orang miskin, setiap orang 1 mud makanan pokok.

Dasarnya : Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid” (QS. Al Baqarah: 187). Tubasyiruhunna dalam ayat ini bermakna menyetubuhi.

3. Keluar Mani karena Bercumbu

Dalam buku Panduan Ramadhan 'Bekal Meraih Ramadhan Penuh Berkah' terbitan Pustaka Muslim, dijelaskan keluar mani juga menjadi penyebab batalnya puasa dan wajib menggantinya di hari yang lain.

Yang dimaksud bercumbu disini ialah bersentuhan seperti ciuman tanpa ada batas atau bisa pula dengan mengeluarkan mani lewat tangan atau onani.

Sedangkan jika keluar mani tanpa bersentuhan seperti keluarnya karena mimpi basah atau karena imajinasi lewat pikiran, maka tidak membatalkan puasa.

Muhammad Al Hishni rahimahullah mengatakan bahwa keluarnya mani dengan berpikir atau karena
ihtilam (mimpi basah) tidak termasuk pembatal puasa.

Para ulama tidak berselisih dalam hal ini, bahkan ada yang mengatakan sebagai ijma’ (konsensus ulama). (Kifayatul Akhyar, hal. 251).

4. Keluar Haid dan Nifas

Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai sebab kekurangan agama wanita, beliau berkata :

“Bukankah wanita jika haidh tidak shalat dan tidak puasa?” (HR. Bukhari no. 304 dan Muslim no. 79).

Penulis Kifayatul Akhyar berkata, “Telah ada nukilan ijma’ (sepakat ulama), puasa menjadi tidak sah jika mendapati haidh dan nifas. Jika haidh dan nifas didapati di pertengahan siang, puasanya batal.”

Syaikh Musthofa Al Bugho berkata, “Jika seorang wanita mendapati haid dan nifas, puasanya tidak sah. Jika ia mendapati haid atau nifas di satu waktu dari siang, puasanya batal. Dan ia wajib mengqadha’ puasa pada hari tersebut.”

Wanita yang mengalami haid atau nifas di tengah puasa, maka puasanya batal dan wajib menggantinya setelah Ramadan.

(Tribunnews.com/Tio) 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas