Hukum Menghirup Inhaler saat Berpuasa, Apakah Membatalkan Puasa?
Mantan Ketua Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Jawa Tengah, Wahid Ahmadi, menjelaskan menghirup inhelar saat berpuasa karena flu tidak membatalkan puasa.
Penulis: Arif Tio Buqi Abdulah
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Inhaler seringkali digunakan seseorang untuk meredakan flu yang dialami.
Kondisi flu atau pilek yang membuat gangguan pada hidung memang seringkali menimbulkan rasa kurang nyaman bagi seseorang.
Namun masalahnya bagaimana jika orang yang menderita flu tersebut sedang berpuasa, haruskah tetap menggunakan Inhaler untuk meredakan sakitnya?
Mantan Ketua Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Jawa Tengah, Wahid Ahmadi, menjelaskan menghirup Inhaler saat berpuasa karena flu tidaklah membatalkan puasa.
Para ulama telah membahas hal ini dan menyatakan dalam kaitannya dengan inhealer ini, yang dihirup adalah berbentuk zatnya saja.
"Sudah banyak dibahas oleh ulama, jadi kalau kita hanya menghirup benda yang bentuknya zat saja, kayak uap misalnya ya, uap air, atau asap, itu masuk ke dalam mulut ke hidup tidak ada masalah," terang Wahid Ahmadi dalam program Tanya Ustaz Tribunnews.com.
Baca juga: Bolehkah Berhubungan Badan di Bulan Ramadhan? Ini Penjelasan Mengenai Hukumnya
Baca juga: Hukum Mencicipi Masakan Ketika Berpuasa, Apakah Bisa Membatalkan Puasa?
Ia mencontohkan kasus lain seperti ketika menghirup asap rokok.
Ketika ada orang yang merokok, saat berada di sebelahnya dan asap tersebut terhirup, maka hal itu juga tidak ada masalah.
"Ada orang merokok misalnya, kita disebelahnya, kemudian asap rokoknya masuk ke rongga mulut kita atau hidung tidak ada masalah."
"Merokoknya enggak boleh, tapi kalau ada orang lain merokok dan kita (ikut) menghirup asapnya, engga ada masalah," jelasnya.
Secara prinsip, yang membatalkan puasa adalah masuknya minuman atau barang kedalam lubang seperti mulut, hidung atau telinga.
"Karena itu Inhaler juga termasuk gas ya, tidak ada masalah juga. Boleh," tutupnya.
Baca juga: Sengaja Gosok Gigi pada Siang Hari, Apakah Bisa Membatalkan Puasa Ramadan?
Baca juga: Suami Istri Belum Mandi Junub hingga Imsak Tiba, Bisa Melanjutkan Puasa? Simak Penjelasannya
Penyebab Puasa Batal
Ada beberapa hal yang dapat membatalkan puasa seseorang seperti dijelaskan dalam buku Tuntunan Ibadah Ramadhan yang diterbitkan Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah tahun 2020.
1. Makan dan Minum dengan Sengaja
Orang yang makan dan minum di siang hari pada bulan Ramadhan puasanya akan batal.
Dengan demikian orang tersebut wajib menggantinya di luar bulan Ramadhan.
Dasar: “Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar ...” [QS. al-Baqarah (2): 187].
2. Senggama Suami-Istri di Siang Hari
Melakukan hubungan suami istri di siang hari pada bulan Ramadhan juga merupakan hal yang menyebabkan batalnya puasa.
Bagi yang melakukannya maka wajib mengganti puasanya di luar bulan Ramadhan dan wajib membayar kifarah.
Kifarah tersebut berupa memerdekakan seorang budak; kalau tidak mampu harus berpuasa 2 (dua) bulan berturut-turut; kalau tidak mampu harus memberi makan 60 orang miskin, setiap orang 1 mud makanan pokok.
Dasarnya : Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid” (QS. Al Baqarah: 187). Tubasyiruhunna dalam ayat ini bermakna menyetubuhi.
3. Keluar Mani karena Bercumbu
Dalam buku Panduan Ramadhan Bekal Meraih Ramadhan Penuh Berkah terbitan Pustaka Muslim, dijelaskan keluar mani juga menjadi penyebab batalnya puasa dan wajib menggantinya di hari yang lain.
Yang dimaksud bercumbu disini ialah bersentuhan seperti ciuman tanpa ada batas atau bisa pula dengan mengeluarkan mani lewat tangan atau onani.
Sedangkan jika keluar mani tanpa bersentuhan seperti keluarnya karena mimpi basah atau karena imajinasi lewat pikiran, maka tidak membatalkan puasa.
Muhammad Al Hishni rahimahullah mengatakan bahwa keluarnya mani dengan berpikir atau karena ihtilam (mimpi basah) tidak termasuk pembatal puasa.
Para ulama tidak berselisih dalam hal ini, bahkan ada yang mengatakan sebagai ijma’ (konsensus ulama). (Kifayatul Akhyar, hal. 251).
4. Keluar Haid dan Nifas
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai sebab kekurangan agama wanita, beliau berkata :
“Bukankah wanita jika haidh tidak shalat dan tidak puasa?” (HR. Bukhari no. 304 dan Muslim no. 79).
Penulis Kifayatul Akhyar berkata, “Telah ada nukilan ijma’ (sepakat ulama), puasa menjadi tidak sah jika mendapati haidh dan nifas. Jika haidh dan nifas didapati di pertengahan siang, puasanya batal.”
Syaikh Musthofa Al Bugho berkata, “Jika seorang wanita mendapati haid dan nifas, puasanya tidak sah. Jika ia mendapati haid atau nifas di satu waktu dari siang, puasanya batal. Dan ia wajib mengqadha’ puasa pada hari tersebut.”
Wanita yang mengalami haid atau nifas di tengah puasa, maka puasanya batal dan wajib menggantinya setelah Ramadhan.
(Tribunnews.com/Tio)