Imam Besar Masjid Istiqlal: Bulan Suci Ramadan Membakar Hangus Seluruh Dosa yang Pernah Dilakukan
Imam Besar Masjid Istiqlal, KH Nasaruddin Umar menyampaikan bulan suci Ramadan mempertemukan umat Islam setelah penantian dua bulan lamanya.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Imam Besar Masjid Istiqlal, KH Nasaruddin Umar menyampaikan bulan suci Ramadan mempertemukan umat Islam setelah penantian dua bulan lamanya.
Allahuma Balighna Ramadan doa masuk dalam bulan Ramadan iru selalu dibacakan selama dua bulan hingga mabrur.
“Disebut bulan suci Ramadan, karena artinya menghapuskan atau membakar hangus dosa-dosa yang telah pernah dilakukan di luar bulan Ramadan,” kata Prof Nasaruddin di Masjid Istiqlal, Jakarta, Senin (11/3/2024).
Menurutnya, umat Islam pada malam ini dipertumakan untuk berjemaah menunaikan salat tarawih hingga kemenangan tiba pada Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriyah.
Bulan suci Ramadan juga menjadi keinginan umat manusia terdahulu untuk mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW.
“Tetapi mereka sudah tidak bisa lagi karena kehidupan setelah kematian,” ucapnya.
Prof Nasaruddin menambahkan bahwa puasa bisa diartikan sebagai Al Imsak atau membuat jarak.
Mengacu kepada kitab-kirab kuning dengan dasar Alquran dan hadist memliki tingkatan.
“Puasa Syariah bermakna kita menaham lapar, haus dan menahan tidak berhubugan intim suami istri. Jadi ayatnya banyak dan hadistnya juga banyak,” tuturnya.
Model puasa ini biasa dilakukan masyarakat awam hanya sekadar menaham lapar dan tidak merokok.
Adapun jenis puasa thariqah atau puasa yang sedang jalan proses untuk menyatu dengan tuhannya.
“Orang yang menjalani puasa thariqah bukan hanya menahan lapar dan menahan hubungan intim suami istri tetapi dia juga membatasi mulutnya untuk berbicara,” ucap Prof Nasaruddin.
Bicara mengenai puasa thariqah harus membatasi bicara tetapi tidak untuk membaca ayat suci Al Quran.
“Selama ini kita selalu ngobrol ngalur-ngidul saling membuka aib orang lain sekarang kita puasa telinga kita apabila ada orang yang membicarakan aib,” tuturnya.
Selain itu, mejalani puasa thariqah juga harus menahan pikiran dari pikiran-pikiran kotor.
Prof Nasaruddin kemudian menyampaikan puasa level lebih tinggi lagi yakni pusa haqiqat.
Hal ini disebut puasa menahan hati paling dalam (Lubb) dari segala hal selain Allah Ta’ala, menahan rahasia batin (sirr) dari mencintai memandang selain Allah Ta’ala.
“Tentu orang yang menjalankan puasa ini tidak melanggar apa yang telah dilarang ulama ahli haqiqat. Racun bagi ibadah itu kemushrikan,” imbuhnya.
Bagi ahli haqiqat musyrik bukan sekadar ria, menyaksikan sesuatu selain Allah itu adalah musyrik baginya.
“Kalau ada yang melaksanakan puasa ahlul thariqah jangan pula menepuk dada alhamdulillah saya sudah menjalankan puasa thariqah sebab masih ada puasa haqiqat,” pungkasnya.