Debu Merapi Telah Menyatukan Hati Para Relawan
Dalam waktu singkat para relawan terlihat sudah akrab dan saling kenal. Niat dan tujuan yang sama yang menjadikan mereka demikian dekat.
Editor: Kisdiantoro
TRIBUNNEWS.COM, SLEMAN - Umumnya, seseorang akan membutuhkan waktu yang panjang untuk melakukan adaptasi ketika menginjakan kaki di daerah baru. Baik saat mengenali masyarakat maupun lingkungannya.
Tapi, tak demikian dengan para relawan yang tergabung dalam Relawan Peduli Merapi. Dalam waktu singkat mereka terlihat sudah akrab dan saling kenal. Niat dan tujuan yang sama yang menjadikan mereka demikian dekat. Saat menjalankan tugas, melakukan evakuasi korban letusan Gunung Merapi, mereka merasakan penderitaan yang sama. Mereka sama-sama terkena hempasan abu vulkanik dan merasakan kehausan. Lelah tentu saja menjadi bagian dari keseharian mereka. Namun, semua itu menjadikan mereka merasa terpuaskan karena banyak warga di sekitar Merapi yang selamat.
Sudah dua minggu para relawan dari berbagai elemen bekerja keras melawan amukan Merapi. Mereka tak mengeluh dan terus melakukan evakuasi korban Merapi. Waktu istirahat menjadi begitu berharga ketika sesama relawan bisa berbagi senyum dan cerita-cerita menegangkan saat melakukan evakuasi. Nasi bungkus dan minuman mineral menjadi pelengkap sesi obrolan. Duka menjadikan mereka bersatu. Tak lagi ada tembok pemisah berlatar agama, suku, dan ras.
Seperti terlihat di posko evakuasi Pasar Jambon, relawan dari berbagai elemet berbaur dengan TNI dan Polri melakukan pencarian jenazah korban amukan wedhun gembel yang dimuntahkan Gunung Merapi. Sejumlah jenazah dimungkinkan masih ada di dusun dan desa di wilayah Kabupaten Sleman. Sesekali mereka bercanda untuk menghilangkan ketegangan dan kepenatan tugas. Lalu, dilanjutkan dengan obrolan serius dan strategi pencarian korban Merapi.
“Kami tidak mementingkan siapa dia, apa dia dan dari mana dia. Yang penting memiliki satu tujuan yang sama dengan kami, yaitu ingin membantu dan mengevakusi korban merapi maka dia bagian dari kita,” jelas Brigadir Kasiyat, Danki Brimob Polda DIY ketika ditanya mengenai banyaknya relawan yang turut serta proses pencarian, Rabu (10/11/2010).
Sosok Brigadir Kasiyat merupakan sosok yang paling vokal dalam proses pengaturan strategi evakuasi dan pencarian korban Merapi. Bersama Kapten Joko dari kompi 403/WP, Kasiyat sering terlibat perdebatan dalam menentukan arah dan tujuan yang dianggap aman yang akan dilalui oleh tim evakuasi.
Bermodalkan alas tanah berdebu vulkanik dan sebatang ranting pohon kedua orang ini selalu memetakan setiap langkah berikutnya di hadapan awak media serta para relawan.
”Bagi saya, selain keselamatan yang kita utamakan, juga agar tidak sampai terjadi korban berikutnya dari tim evakuasi kita,” jelas Kasiyat.
Sejurus kemudian rombongan bergerak ke kawasan Ngankrin dan Glagaharjo yang dianggap terparah setelah kena ”serbuan” lahar panas dan wedhus gembel. Di dalam kendaran 4x4 bermesin diesel, awak media terombang-ambing oleh ”ombak” jalanan berbatu dan berdebu vulkanik. Tubuh kami pun menjadi bermandikan debu vulkanik.
Begitu tiba, rombongan langsung membagi tim menjadi bagian-bagian kecil yang di tujukan untuk proses evakuasi dan persiapan kendaraan jika terjadi serbuan awan panas.
”Ayo cepat, berjalan di tanah yang sudah pernah dipijak,” teriak Kapten Joko mengingatkan rombongan kecil tadi ketika akan melangkah di atas tanah berkondisi lembek dan masih mengeluarkan suhu hangat diatasnya.
Setapak demi setapak akhirnya tim evakuasi berhasil menuju desa yang dituju. Rombongan langsung menari dan memeriksa bagian-bagian dari bangunan yang dahulunya merupakan rumah yang disinyalir masih ada jasad korban Merapi.
Dugakan mereka benar. Sesaat setelah mereka mengangkat tumpukan puing-puing sisa bangun terlihat jasad seorang wanita bersama anaknya yang masih dalam gendongan kain dengan kondisi masih mengelurkan asap putih.
”Segera evakuasi, kita tak ada waktu lagi,” teriak petugas dengan bersegera mebuka resleting kantong mayat berwarna kuning yang telah disiapkan sebalumnya.