Winarno Urus Dua Orang Stroke di Pengungsian
Winarno (39), pengungsi korban Merapi, bisa bernapas lega setelah melihat tiga relawan membawa matras dan kasur untuknya.
Editor: Kisdiantoro
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Winarno (39), bisa bernapas lega setelah melihat tiga relawan membawa matras dan kasur untuknya. "Saya mengungsi sejak tanggal 26 Oktober kemarin, dan baru hari ini dapat ini," kata ayah dua anak sembari menunjuk matras dan kasur di sampingnya.
Pengungsi asal Kaliurang Barat, Hargobinangun, Pakem ini ditemui Tribun di rumah tinggal sementaranya di Desa Daengan, Depok, Sleman, Rabu (9/11/2010). Winarno kemudian bercerita, ia dan keluarganya yang berjumlah 20 orang sudah tiga kali pindah lokasi pengungsian.
Pertama di Hargobinangun, Pakem, kemudian ke Stadion Maguwoharjo. Namun dari ketiga tempat pengungsian tersebut, ia merasa dipersulit panitia ketika meminta matras dan kasur.
"Matras dan kasur ini untuk kerabat saya yang kena stroke. Bahkan saya pernah meminta cap sampai kabupaten, hasilnya nihil," lanjutnya.
Karena kesulitan mendapatkan alas tidur untuk kerabatnya yang sakit, ia dan keluarga besarnya kemudian menumpang di rumah Yuni (30), warga Daengan, Depok yang belum pernah dikenalnya.
"Kami mendapat banyak masalah di barak (Stadion Maguwo), terutama jika ayah dan ibu mertua saya hendak ke kamar mandi," timpal Tri, kakak Winarno sekaligus menantu dari Wiyasno (70) dan Pariyem (65), suami istri yang kena stroke tadi.
Tri melukiskan repotnya mengurus kedua mertuanya jika tetap memilih tinggal di Stadion Maguwo. "Tiap hari, kami harus membopongnya jika ingin ke kamar mandi. Sementara antrian di sana itu banyak sekali, serta airnya sering tidak mengalir," tambahnya.
Keadaan di rumah Yuni yang terletak di sebelah barat Stadion Maguwo memang jauh lebih baik. Yuni memberikan kamar paling belakang untuk ditempati Wiyasno dan Pariyem supaya akses mereka ke kamar mandi lebih mudah.
Rumah Yuni sendiri kurang lebih berukuran 8x15 meter yang terbagi menjadi empat kamar, ruang tamu, dapur, serta sebuah kamar mandi, dan WC. Menurut Tri, tinggal di rumah Yuni membuat ia lebih mudah untuk mengurus mertuanya.
Selain itu, keponakannya, Kinan, baru berusia 70 hari. Anak bungsunya pun juga masih kecil, baru 5 tahun. Kemudahan lain seperti diungkapkan lebih lanjut oleh Winarno adalah soal ketersediaan kebutuhan untuk anak, bayi, dan kaum perempuan.
"Untuk mendapat jatah makan di sini (Maguwo) memang lebih sulit karena tiap hari harus mengisi formulir. Namun barang-barang kebutuhan bayi, balita dan wanita seperti pampers, susu formula, serta pembalut jauh lebih mudah dibandingkan sewaktu masih di Pakem," katanya.
Keluarga besar Winarno tak henti-hentinya bersyukur atas kebaikan Yuni yang telah mengizinkan mereka menumpang di rumahnya. Bibit (33), adik Winarno menambahkan, Yuni bahkan mengungsikan sebagian anggota keluarganya ke tempat lain.
"Dia (Yuni) merelakan tiga dari empat kamar di rumahnya untuk kami tempati. Bahkan, anak tertuanya sendiri malah diungsikan ke tempat kakeknya di Kota Sleman," kata Bibit. Yuni sendiri tidak mempersoalkan kehadiran keluarga Winarno di rumahnya.
Istri seorang karyawan sebuah apartemen di Jogja itu dengan senang hati membantu mereka yang sedang terkena musibah.
"Kan lebih baik saya yang membantu mereka daripada mereka yang membantu saya. Lagian mereka di sini hanya menginap, jadi saya tidak terbebani," ucap Yuni yang tidak mempermasalahkan sampai kapan keluarga Winarno menumpang di rumahnya.(*)