Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Warga Pedalaman Mentawai Senang Dapat Sumbangan Sekolah

Dana Kemanusiaan Tribun membangun gedung sekolah dasar di Mangkaulu, Pagai Selatan untuk korban tsunami Mentawai 2010

Editor: Domu D. Ambarita

TRIBUNNEWS.COM, MENTAWAI- Sebanyak 30 orang murid SD kelas I sampai kelas IV SD Santo Vincentius Filial Mangkaulu, Mentawai beserta orangtua dan warga setempat menyambut baik atas dimulainya pembangunan gedung SD di kampung mereka. Selama ini, murid-murid belajar di tempat sementara, bangunan kayu yang berfungsi ganda, sekolah sekaligus gereja.

Peletakan batu pertama tanda dimulainya pembangunan gedbung sekolah SD Santo Vincentius Filial (Cabang) Mangkaulu dilakukan di Dusun Mangkaulu, Desa Sinaka, Kecamatan Pagai Selatan, Selasa pekan lalu. Dari Padang, Ibu Kota Sumatera Barat, perlu empat kali menaiki transportasi air dan dibutuhkan waktu tiga hari menuju ke Mangkaulu yang sudah dua kali dilanda gempa dan tunasi, tahun 2007 dan 2010.

Peletakan batu pertama diawali Sibakat Polak atau Kepala Suku Yosef Samaloisa, kemudian Kepala Desa Sinaka Tarsan Samaloisa, Kepala Sekolah SD St Vincentius Sikakap Longginus Lea, Ketua Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi Caritas Keuskupan Padang Alexius Sudarmanto Pr, dan Editing Manager Newsroom Tribun Network Jakarta Domuara D Ambarita.

Tarsan mengaku senang atas bantuan para pembaca koran Tribun Network sehingga warganya segera mendapatkan bangunan sekolah yang layak. "Saya sudah lama mengajukan ke Pemda tapi belum ada realisasi. Alhamdulillah, hari ini bisa terlaksana peletakan batu pertama gedung sekolah di sini, berkah bantuan swasta, kelompok Koran Tribun," ujar Tarsan saat menyampaikan sambutan usai peletakan batu pertama.

Pernyataan senada disampaikan Kepala SD Santo Vincentius Sikakap Longginus Lea. "Saya selalu prihatin, sebab selama ini, guru di Mangkaulu ketika datang ke sekolah induk, selalu mengeluh begini-begitu. Saya selalu bilang, sabar pak, pelan-pelan, kalau di daerah lain menikmati pembangunan, sedangkan kita tidak, bersabarlah. Sekali waktu pasti ada yang mau menolong kita," ujar Longginus.

"Dan Syukurlah, akhirnya ada bantuan di ujung selatan pulau ini. Hari ini ada yang memberikan bantuan, jauh-jauh dari Jakarta. Ini mukjizat, inilah bukti Tuhan ada bersama kita yang terus berusaha. Walaupun jauh di ujung pulau ini, tetap ada yang mau membantu," ujar Longginus.

Dusun Mangkaulu terbilang desa terasing. Pemantauan Tribun, tidak satu pun gedung permanen di dusun berpenduduk 54 kepala keluarga tersebut. Satu-satunya sarana angkutan adalah moda transportasi air.

Berita Rekomendasi

Kepala Suku Yosef Samaloisa, yang mewakafkan tanahnya untuk lokasi pembangunan sekolah, pun berharap, pembangunan sarana pendidikan di kampungnya dapat memajukan warga.

"Semoga anak-anak desa ini dapat bersekolah di tempat yang lebih layak," ujarnya. "Kami mengucapkan terima kasih kepada kelompok Tribun, semoga sekolah ini dapat memajukan kami anak-anak pedalaman Mangkaulu," ujar seornag murid saat menyambut kedatangan tim Tribun dan PSE Caritas Keuskupan Bandung.

Bangunan SD ini akan dibangun empat ruangan. Tiga ruangan untuk kegiatan belajar-mengajar, dan satu lainnya ruangan guru. Sebagai sekolah filial atau cabang dari SD Santo Vincentius Sikakap yang terletak di Ibu Kota Kecamatan Sikakap, SD Mangkaulu hanya menampung murid kelas I sampai dengan kelas IV. Lazim berlaku di Mangkaulu, murid kelas V-VI akan pindah sekolah, melanjut di sekolah induk ST Vincentius, Sikakap di Pulau Pagai Utara.

Mengingat jumlah murid yang terbatas dan hanya tersedia dua guru, sehari-hari, seorang guru menangani dua kelas sekaligus. Kelas I digabung dengan Kelas II, sedangkan Kelas III dan Kelas IV masing-masing satu ruangan.

Saat ini, duga guru itu mengajar 30 murid, yakni kelas I sebanyak 10 orang murid, kelas II 11 orang murid, kelas III 5 orang murid dan kelas IV 4 orang murid.


Menurut Longginus, sejak bencana gempa dan tsunami 2007, desa ini tidak tersentuh pembangunan. Dan oleh tsunami 2007 juga, warga berpindah kampung, dari muara bergeser ke perbukitan, berjarak kurnag lebih 3 kilometer.

"Selama ini warga protes, mengapa di Mangkaulu tidak ada sekolah. Saat ada bantuan pembangunan SD 6 lokal ke Purorougat, misalnya, mereka minta dibagi dua saja, di sini 2 lokal, di Pororougat dua lokal dan di tempat kain 2 lokal lagi. Tapi kami tidak bisa membagi-bagi begitu, karena dilarang," ujar Longginus.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas