Dokter Jaga Ikut Pengajian, Pasien Balita Meninggal di Rumah Sakit
Seorang pasien balita bernama Zamra Tirta yang mengalami penyakit infeksi paru-paru, Jumat (29/3/2013) malam akhirnya meninggal dunia lantaran
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Serambi Indonesia, Khalidin
TRIBUNNEWS.COM, SUBULUSSALAM - Seorang pasien balita bernama Zamra Tirta yang mengalami penyakit infeksi paru-paru, Jumat (29/3/2013) malam akhirnya meninggal dunia lantaran tidak ada dokter di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Subulussalam ketika sang bocah mengalami masa kritis (emergency).
Dokter jaga pada malam itu dilaporkan keluar untuk mengikuti pengajian dan baru kembali setelah bocah yang baru berusia 1,7 tahun itu nafas terakhirnya sekitar pukul 22.00 WIB.
Supartono (35), ayah kandung pasien kepada wartawan mengaku kecewa atas penanganan terhadap anaknya. Betapa tidak, Supartono yang merupakan penduduk Desa Pegayo (Mekem) Kecamatan Simpang Kiri ini mengaku kalau sang anak mendapat penanganan yang kurang memadai dari tim medis. Bahkan Supartono menduga kalau sang anak saat itu hanya ditangani bidan dan perawat.
Ironisnya lagi, di tangan sang anak, terdapat enam lubang jarum infus, yang selalu dipaksa perawat karena tidak bisa masuk.
Menurut Supartono, anaknya yang mengalami sakit tersebut dibawa ke RSUD Subulussalam yang semula bernama Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) pada Jumat siang sekitar pukul 01.30 WIB, dan sampai anaknya meninggal sekitar pukul 22.00 WIB lebih. Dokter piket rumah sakit tersebut dilaporkan baru tiba dari sebuah pengajian setelah pasien meninggal dunia.
"Sekitar jam sembilan tadi, saya keluar sebentar dan waktu tiba di rumah sakit saya lihat perut anak saya membesar, keras, wajah pun pucat dengan nafas hanya sekali-sekali. Melihat kondisi itu, saya meminta kepada perawat agar dokter dihadirkan, tapi mereka jawab, belum datang pak, kami tidak berani, mungkin dia ada pasien di rumah," ujar Supartono dengan tangisnya menirukan jawaban para perawat.
Supartono pun mengaku dirinya terus meminta perawat untuk memanggil sang dokter namun para perawat meminta agar bersabar hingga akhirnya sang anak menghembuskan nafas terakhir dan dokter tidak kunjung tiba. Supartono mengaku sangat kecewa dan marah atas lemahnya pelayanan di rumah sakit yang diresmikan Menko Kesra RI Agung Laksono 7 Juli tahun 2011 lalu itu.
Mendengar kejadian ini, puluhan warga Desa Pegayo malam itu juga mendatangi RSUD Kota Subulussalam untuk meminta pertanggungjawaban. Massa menemuai dokter Evi di ruangannya untuk meminta pertanggungjawabannya atas meninggalnya bayi berusia 1,7 tahun itu.
Warga menilai sang dokter telah melanggar kode etik lantaran dia yang seharusnya bertugas memberikan pelayanan kesehatan justru bolos untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Selain warga, turut datang ke RSUD anggota DPRK Subulussalam H Mukmin Pardosi bersama Kepala Desa Pegayo. Sang wakil rakyat itu juga menelpon direktur RSIA dr Azman agar datang menemui warga. Sayangnya, sang direktur RSUD tersebut tidak mengangkat telepon dari anggota komisi A itu.