Aliansi LSM Tolak Kenaikan PBB
Penolakan datang dari gabungan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang terhimpun dalam Aliansi Masyarakat Bandar Lampung
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, LAMPUNG - Meski Pemerintah Kota Bandar Lampung sudah berencana menurunkan tarif pajak bumi dan bangunan (PBB) sebesar 20 persen, aksi penolakan terus berlanjut.
Kali ini, penolakan datang dari gabungan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang terhimpun dalam Aliansi Masyarakat Bandar Lampung Tolak Kenaikan PBB. Mereka menggelar demo di depan Kantor Pemkot Bandar Lampung, Selasa (9/4/2013).
Antonius, salah satu perwakilan massa, dalam orasinya mengatakan, kebijakan pemkot yang menaikkan tarif PBB sebesar 300 persen dinilai tidak tepat. Sebab, selain berimbas pada masyarakat kecil, kebijakan tersebut juga bertepatan dengan naiknya tarif dasar listrik (TDL). Belum lagi jika wacana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jadi direalisasikan.
Menurut dia, sebelum mengambil kebijakan itu, seharusnya pemkot lebih dahulu mensosialisasikan, melakukan uji publik, serta mengoordinasikannya dengan DPRD. Tapi, kenyataannya tidak demikian.
"Pemerintah harus kreatif. Jangan demi PAD (pendapatan asli daerah) malah mengorbankan masyarakat. Masih ada cara dan sektor lain untuk meningkatkan PAD," kata Antonius.
Aksi demo yang mendapat pengawalan aparat dari petugas kepolisian dan polisi pamong praja itu sempat memanas. Peserta demo dan aparat terlibat aksi dorong-mendorong.
Namun, kekisruhan bisa reda setelah Sekretaris Kota Bandar Lampung Badri Tamam menemui para pendemo. Badri mengatakan, pemkot tidak menaikkan nilai jual ojek pajak (NJOP), melainkan menyesuaikan dengan harga jual tanah di pasaran.
Dia mencontohkan, harga jual tanah di jalan protokol seperti Jalan Kartini pada empat tahun lalu berkisar Rp 2 juta per meter persegi. Namun, kini sudah mencapai Rp 4 juta hingga Rp 10 juta per meter persegi. Dengan demikian, pemerintah mengambil kebijakan yang wajar dan pantas untuk menyesuaikan NJOP sesuai harga saat ini.
Selain itu, menurut Badri, penyesuaian dilakukan untuk kepentingan hukum. Pasalnya, kerap terjadi pelanggaran hukum akibat adanya perbedaan NJOP dengan harga jual tanah di pasaran.
"Kadang saat transaksi jual tanah, sering ada tudingan markup. Padahal, itu terjadi karena perbedaan NJOP dengan harga tanah di pasaran," jelas Badri.
Dia menambahkan, penyesuaian tarif PBB juga dilakukan untuk kepentingan masyarakat. Salah satunya kalangan perbankan.
Ia pun membantah kenaikan tarif PBB ditujukan untuk kepentingan pemkot, yakni meningkatkan PAD. Sebab semua PAD akan dikembalikan kepada masyarakat melalui program-program, seperti pendidikan gratis, pelayanan kesehatan gratis, pembangunan jalan, serta program-program lainnya. (rri)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.