IPW Desak Komnas HAM dan Propam Usut Kerusuhan Musi Rawas
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane menyesalkan terjadinya kerusuhan di Musi Rawas, Sumatera
Penulis: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane menyesalkan terjadinya kerusuhan di Musi Rawas, Sumatera Selatan (Sumsel).
Apalagi kerusuhan itu terjadi menjelang Pilgub Sumsel dimana salah satu calonnya adalah perwira tinggi Polri. Dengan adanya kerusuhan ini dikhawatirkan menjadi "kampanye hitam" bagi cagub dari Polri hingga akhirnya yang bersangkutan tidak dipilih oleh masyarakat.
Menurut Neta, bagaimana pun kerusuhan itu sudah memicu kejengkelan, kebencian, dan kemarahan masyarakat terhadap polisi. Apalagi dalam peristiwa itu ada empat orang tewas yang diduga tertembak peluru tajam.
Menjelang Pilgub Jabar beberapa waktu lalu, kerusuhan sempat pula terjadi di Universitas Pamulang Tangerang. Puluhan mahasiswa luka-luka dipukuli polisi. Akibat peristiwa ini banyak pengamat yang memprediksi bahwa para cagub dari polisi akan kalah di Pilgub Jabar.
Akibat hal ini, Wakapolri yg hendak maju jadi cagub mendadadak mundur. Sementara pati Polri yang tetap maju hanya mendapat nomor buncit.
"Bercermin dari kasus Jabar, Indonesia Police Watch (IPW) berharap aparat kepolisian agar lebih bisa menahan diri dalam menghadapi potensi konflik di masyarakat dan jangan bersikap arogan dan represif, terutama menjelang pilkada dimana perwiranya ikut dalam pencalonan," ungkap Neta dalam keterangan persnya disampaikan ke redaksi Tribunnews.com, Rabu (1/5/2013).
Diketakan Neta, meletusnya kerusuhan yang membawa korban akan menjadi kampanye buruk bagi polisi-polisi yang ikut pilkada. Padahal keikutsertaan anggota polisi dalam pilkada sangat penting dan bisa menjadi tolok ukur bagi peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap Polri.
Berkaitan dengan kerusuhan Musi Rawas, IPW mendesak Komnas HAM dan Propam Mabes Polri segera mengusut tuntas kasus ini, terutama mengenai adanya empat orang yang tewas akibat tertembak peluru tajam. Penggunaan peluru tajam dalam konflik di masyarakat melanggar SOP Polri, untuk itu pelakunya harus ditindak dan dihukum berat. Selain itu penanganan kerusuhan di Musi Rawas tidak sesuai SOP Polri karena tidak adanya water canon dan gas air mata dalam pengendalian massa.