Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

18 Tahun Hidup Ardianto Hanya Terbaring

ARDIANTO Wibowo (18) tidak melakukan kegiatan seperti remaja-remaja seusianya. Jangankan untuk ke luar rumah, menggerakkan

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in 18 Tahun Hidup Ardianto Hanya Terbaring
net
Ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM -- ARDIANTO Wibowo (18) tidak melakukan kegiatan seperti remaja-remaja seusianya. Jangankan untuk ke luar rumah, menggerakkan tangannya saja Ardianto terlihat kesulitan. Remaja  bertubuh kurus ini hanya bisa terbujur kaku, lumpuh di atas kasur.

Tak hanya itu, warga RT 01/04, Kampung Gunungbeser, Desa Campaka, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur ini tak bisa melihat dan berbicara secara normal.

Anak ketiga dari Ato Budiarto (56) dan Ade Nenda (50), hanya bisa menggumam untuk memanggil satu di antara orang yang telah melahirkan dan membesarkannya. Itu dilakukannya ketika lapar, haus atau atau ketika gatal karena digigit semut atau nyamuk.
Kondisi yang dialami Ardianto bukan tanpa sebab. Ardianto merupakan penderita hidrosefalus. Ia divonis penyakit yang diakibatkan adanya gangguan aliran cairan di dalam otak itu setelah mendapatkan pemeriksaan di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS).

Sang ayah, Ato menceritakan, Ardianto lahir secara normal. Bahkan tidak ada gejala yang aneh ketika Ardianto dibawa pulang ke rumah seusai persalinan.

Namun kondisi kepala Ardianto berubah setelah berusia 40 hari. Khawatir terjadi hal yang tidak diinginkan, Ato pun langsung membawa Ardianto ke rumah sakit setempat untuk diperiksa kondisi dan kesehatannya.

"Karena ada benjolan di kepala Ardianto, kami membawanya ke dokter di Cianjur. Dari sana, anak saya harus dirujuk ke RSHS," kata Ato ketika ditemui di kediamannya, Minggu (19/5/2013).

Divonis menderita hidrosefalus, kata Ato, Ardianto pun menjalani perawatan selama 10 hari di RSHS. Namun perawatan Ardianto ternyata tak berhenti begitu saja. Ardianto harus keluar masuk rumah sakit untuk menjalani operasi lainnya.

BERITA TERKAIT

Gara-garanya Ardianto dipasangi selang pembuang cairan yang murah seharga Rp 700 ribu. Menurut Ato selang tersebut tidak bisa bertahan lama. Masa pemakaiannya hanya selama tiga bulan. "Ardianto sudah menjalani operasi empat kali. Terakhir menjalani operasi di usia 13 tahun," ujar Ato.

Dokter, kata Ato, memang menyarankan Ardianto rutin menjalankan perawatan untuk mengurangi pembesaran kepalanya. Namun, keluarga ini tidak mampu membayar biaya operasi. "Kami hanya bisa pasrah saja," kata Ato.

Ato pun mengaku, selama anaknya menjalani operasi dan pengobatan, ia hanya mengandalkan hasil pekerjaannya ketika masih menjadi kepala satuan pengamanan di sebuah perusahaan di Cianjur. Namun hasil keringatnya tersebut mulai terkendala ketika pensiun, lima tahun yang lalu. Alasan itu membuat istrinya terpaksa bekerja di Tanggerang untuk membantu Ato yang tinggal mengandalkan hasil pensiunan.

"Selama ini hanya mengandalkan obat murah yang dibelinya dari puskesmas setempat," kata Ato.

Kini, Ato berharap adanya uluran tangan dermawan dan pemerintah untuk membantu biaya pengobatan Ardianto. Keluarganya ingin Ardianto bisa melihat dunia luar seperti remaja pada umumnya. Karena selama ini semua kegiatan Ardianto, hanya di atas kasur saja.

"Orang tua mana yang tidak ingin anaknya sehat dan normal seperti pada umumnya. Untuk makan saja Ardianto tidak seperti remaja umumnya. Dia masih makan bubur," kata Ato. (cis)

Tags:
Sumber: Tribun Jabar
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas