Pilgub Jawa Timur Butuh Pengawasan Ekstra Ketat
Masyarakat Jatim diminta terus mengawasi intens pemilihan gubernuryang akan digelar pada 29 Agustus 2013 mendatang.
Penulis: Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masyarakat Jawa Timur (Jatim) diminta terus mengawasi intens pemilihan gubernuryang akan digelar pada 29 Agustus 2013 mendatang.
Pilgub Jatim 2013 diikuti empat pasangan, yakni nomor urut pertama Soekarwo-Saifullah Yusuf (KarSa), pasangan nomor urut dua Eggi Sudjana-M Sihat (Beres), pasangan nomor urut tiga Bambang DH-Said Abdullah, dan pasangan nomor urut empat Khofifah Indar Parawansa-Herman S Sumawiredja (BerKah).
"Pemilukada Jawa Timur yang akan digelar pada 29 Agustus mendatang butuh pengawasan ekstra ketat di setiap tahapan penyelenggaraannya," kata Direktur Sosial Politik The Jakarta Institute La Ode Ahmadi kepada wartawan di Jakarta, Senin (26/8/2013)
Sebab, lanjutnya, keberagaman etnik dan adanya pengaruh tokoh agama yang kuat dengan masyarakat, dikhawatirkan menimbulkan gerakan memobilisasi 'grassroot' oleh elit lokal.
Terlebih, ada latar belakang sejarah yang pernah melibatkan etnis tertentu dalam konflik sosial yang masif dan destruktif, beberapa waktu yang silam.
"Pengawasan yang komprehensif terhadap jalannya pemilukada, tidak bisa hanya dibebankan kepada Panwasda semata, mengingat keterbatasan yang dimiliki. Yang lebih penting adalah peran serta masyarakat Jaw Timur," ujarnya.
Ahmadi menjelaskan, semua tahapan pemilukada butuh partisipasi masyarakat untuk ikut mengawasi secara eksternal.
Mulai dari pemutakhiran data pemilih, data calon, penetapan calon, kelengkapan pemilukada (formulir dan surat suara), pelaksanaan kampanye (berbagai pelanggaran dalam kampanye), dan pemungutan suara (dilakukan di tempat yang tidak seharusnya).
Belum lagi, potensi adanya kecurangan dalam rekapitulasi dan penghitungan suara mulai dari PPS, KPPS, sampai KPUD (perbedaan data jumlah suara), pemilukada ulang, penghitungan suara ulang, sampai penetapan pemenang oleh KPUD.
"Partisipasi masyarakat Jatim yang kritis dan aktif, bukan saja sekadar berperan memanfaatkan hak pilih melalui partisipasi di bilik suara saat pemilukada. Lebih dari itu, adalah kemampuan dirinya untuk mengontrol atau mengawasi jalannya pemilukada secara keseluruhan," tuturnya.
Tujuannya, kata Ahmadi, untuk memastikan agar pemilukada benar-benar berkualitas. Pengawasan ini sangat berharga, bahkan penting artinya karena beberapa alasan.
Pertama, agar masyarakat sebagai pemilih benar-benar menjadi subjek politik yang menentukan, bukan sebagai objek yang sering diperalat secara manipulatif oleh pihak kontestan dan timnya atau penyelenggara pemilukada.
Kedua, agar jalannya pemilukada sesuai jalur, baik secara prosedural (berdasarkan peraturan) maupun nilai-nilai prinsip seperti kejujuran, adil, tanpa kekerasan, akuntabel, cerdas, dan elegan.
"Ketiga, menjaga agar pemilukada menjadi proses demokrasi bermakna positif, dan bukan sekadar memenuhi prosedur pesta demokrasi lima tahunan," paparnya.