IDI Kalsel Tidak Mogok Kerja, Hanya Berkabung
Dokter kandungan berencana melakukan `mogok kerja' secara nasional. Aksi serupa juga akan dilakukan sekitar 700 dokter di Kalimantan Selatan.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, BANJARMASIN - Hari ini para dokter khususnya dokter kandungan berencana melakukan `mogok kerja' secara nasional. Aksi serupa juga akan dilakukan sekitar 700 dokter di Kalimantan Selatan.
Tak urung, aksi para `pahlawan kemanusiaan' memunculkan polemik. Dikhawatirkan,pelayanan kesehatan untuk masyarakat bakal terganggu.
Saat dihubungi, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kalsel, M Rudiansyah menegaskan, yang dilakukan para dokter pada hari ini, bukan mogok tetapi berkabung nasional. Para dokter akan tafakur dan berdiam diri di rumah masing-masing. Mereka juga diserukan mengenakan pita hitam di lengan kanan dan pin bertuliskan: Tolak Kriminalisasi Dokter.
Berbeda dengan pernyataan IDI Kalsel, Ketua IDI Banjarbaru-Banjar, Atjo Adhmart. Dia menegaskan sekitar 200 dokter akan melakukan aksi di Bundaran Simpang Empat Banjarbaru selama satu jam. Pelayanan kesehatan akan dihentikan sementara.
"Tetapi itu untuk kasus yang masih ditunda. Untuk yang sifatnya darurat, kami masih melayani," tegasnya.
Di Kalteng, aksi digelar di halaman RS Doris Sylvanus Palangkaraya. Meski demikian, Direktur RS, Rian Tangkudung menjamin pelayanan tetap diberikan. "Saya menjamin aksi itu tidak mengganggu pelayanan. Pasien dan masyarakat tidak perlu khawatir. Itu hanya aksi solidaritas saja," ucap dia.
Aksi itu digelar sebagai bentuk solidaritas sekaligus penolakan putusan majelis hakim kasasi yang memvonis 10 bulan untuk tiga dokter di Manado, Sulut yakni Dewa Ayu Sasiary Prawan (38), Hendy Siagian (30) dan Hendry Simanjuntak (38).
Mereka diduga melakukan malapraktik sehingga pasien bernama Julia Fransiska Makatey, meninggal saat melahirkan di RS Prof Kandow, Manado.
Saat ini Ayu dan Hendry sudah mendekam di Rutan Malendang. Sementara Hendy masih buron. Untuk Ayu, surat izin praktiknya terancam dicabut. “Kami berharap Mahkamah Agung (MA) mempercepat proses peninjauan kembali (PK). Kami berpendapat mereka tidak bersalah,” tegas Zainal.(*)