Dokter Hendry: Saya Pulang dengan Kesedihan
Berusaha kuat dengan mata berkaca-kaca, ia mengucapkan terima kasih atas kesempatan mengikuti pemakaman
Editor: Dewi Agustina
Laporan wartawan Tribun Manado, David Manewus
TRIBUNNEWS.COM, MANADO - Dokter Hendry Simanjuntak keluar dari Rutan Malendeng ditemani beberapa rekannya, sekitar pukul 11.30 Wita, Kamis (28/11/2013). Ia membawa sebuah bungkusan, keluar dari pintu besi depan Rutan Malendeng.
Berkemeja batik warna coklat, dengan celana panjang dan sendal jepit ia mendekati wartawan yang umumnya wartawan televisi. Tangisnya hampir pecah ketika ia dimintai tanggapan.
Berusaha kuat dengan mata berkaca-kaca, ia mengucapkan terima kasih atas kesempatan mengikuti pemakaman ibunya. Kesempatan itu digunakannya untuk mencurahkan isi hatinya.
"Ibu saya meninggal dan sekarang saya berada dalam kesedihan. Saya pulang dalam kesedihan," ujarnya dengan sesenggukan.
Kesedihannya tambah dalam saat harus mengingat peristiwa-peristiwa yang dialaminya. Seperti penjahat, ia mengaku dibawa sepasukan polisi bersenjata lengkap dengan tangan diborgol.
"Ini pelanggaran hak asasi manusia," katanya.
Bukan hanya itu, di Kejari Medan, tangannya masih diborgol. Hendry merasa bahwa ia diperlakukan lebih dari seorang kriminal kelas berat.
"Padahal saya merasa tidak melakukan kesalahan," ujarnya.
Hendry setelah itu langsung berlalu meninggalkan wartawan. Ia tampak naik di mobil Avanza warna silver.
Rencananya, menurut Ketua IDI, Dokter Zaenal Abidin, Hendry akan berangkat memakai pesawat Lion Air sekira pukul
12.15 Wita. Pesawat akan ke Jakarta terlebih dahulu sebelum ke Riau.
Menurut Kepala Rutan Malendeng, Julius Paat sebelumnya, ia dijaga oleh seorang polisi dari Polda Sulut dan petugas dari Rutan Malendeng.
"Itu sesuai protap," katanya.
Taufik Pasiak, wakil ketua IDI Sulut juga merasa ada kesalahan dari keterangan keluarga pasien. Ia merasa Ayu dan kawan-kawannya dipojokkan.