17 Mantan Anggota DPRD Kota Semarang Bakal Jadi Tersangka
Saat ini, 28 mantan anggota dewan lainnya masih masih diperiksa sebagai saksi atas dugaan korupsi senilai Rp 1,7 miliar
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribun Jateng, M Radlis
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Kepolisian terus mengusut kasus dugaan korupsi asuransi fiktif DPRD Kota Semarang periode 1999-2004 yang telah menyeret Ahmad Djunaedi, AY Sujianto, Elfi Zuhroh, Purwono Bambang Nugroho, dan Sriyono sebagai tersangka.
Saat ini, 28 mantan anggota dewan lainnya masih masih diperiksa sebagai saksi atas dugaan korupsi senilai Rp 1,7 miliar tersebut. Kepolisian dalam waktu dekat akan menetapkan sebagian besar dari 28 orang itu sebagai tersangka.
Kasat Reskrim Polrestabes Semarang, AKBP Wika Hardianto, mengatakan 17 dari 28 mantan anggota dewan itu akan ditetapkan sebagai tersangka.
"Hasil penyelidikan sudah menemui titik terang, tinggal menunggu waktu saja mereka jadi tersangka," tutur Wika kepada Tribun Jateng (Tribunnews.com Network), Sabtu (8/2/2014).
Menurut Wika, 17 mantan anggota dewan itu diduga kuat ikut mengantongi dana APBD tahun anggaran 2003 yang digunakan untuk dana asuransi jiwa seluruh anggota dewan pada saat itu.
"Per orang mendapat jatah Rp 38 juta," kata Wika tanpa membeberkan identitas 17 orang mantan anggota dewan yang dimaksud.
Wika menambahkan saat ini pihaknya terus menelusuri aliran dana yang diduga masuk ke kantong pribadi masing-masing mantan anggota dewan itu.
Meski saat ini ke-28 mantan anggota dewan itu masih bebas berkeliaran, namun tidak menutup kemungkinan langsung ditetapkan sebagai tersangka apabila alat bukti untuk menjeratnya dirasa cukup.
"Proses penyelidikan terus berjalan, sebelumnya sudah ada yang ditetapkan tersangka. Tidak menutup kemungkinan sisanya (28 orang) ikut juga," katanya.
Kasus dugaan korupsi asuransi fiktif ini mencuat saat pelaksanaan program Dana Sejahtera Abadi antara DPRD Kota Semarang dengan PT Pasaraya Life di tahun 2013. Program asuransi ini menawarkan premi senilai Rp 38,4 juta setiap orangnya dalam waktu setahun.
Selama pelaksanaannya, total premi mencapai angka Rp 1,7 miliar, namun setelah berjalan, diketahui program asuransi itu tidak pernah ada atau fiktif.