Xenia Terjun ke Jurang 50 Meter, Korban Sadar Sudah di Jurang
mobil Xenia merah bernomor polisi DB 1131 AR yang ditumpangi mereka, jatuh ke jurang sedalam kira-kira 50 meter di Perkebunan Suluan, Minahasa.
Editor: Budi Prasetyo
Laporan wartawan Tribun Manado Finneke Wolajan
TRIBUNNEWS.COM MANADO - Steivi Arif, Tania Soriton, Julia Poluan, Novia Sampul, Maria Bokang, Gabriella Watulingas, Via Mendame yang merupakan siswi SMK N 1 Langowan beserta dua teman lelaki mereka yakni Jamsi Pesik dan Renal tak akan melupakan kecelakaan lalu lintas, Jumat (7/2/2014) malam.
Pada malam itu, sekitar pukul 20.00 wita, mobil Xenia merah bernomor polisi DB 1131 AR yang ditumpangi mereka, jatuh ke jurang sedalam kira-kira 50 meter di Perkebunan Suluan, Minahasa.
Beruntung warga yang tahu kejadian itu segera mengevakuasi mereka ke RSUD Sam Ratulangi Tondano. Tak ada korban jiwa dalam kecelakaan itu, namun dua siswi harus dilarikan ke RSUP Prof Kandou, Manado, untuk mendapat penanganan intensif.
Ruang UGD Sam Ratulangi kala itu langsung ramai dengan kedatangan para korban. Satu per satu mereka diturunkan dari mobil pick up, lalu dipindahkan ke ruang perawatan.
Enam dari mereka tampak sadar dan masih memiliki kekuatan untuk berdiri. Namun tidak dengan tiga siswi lainnya. Baju serta badan mereka belepotan dengan tanah, sedangkan wajah mereka tampak mengeram kesakitan. Luka lecet tampak di beberapa tempat.
Menurut pengakuan pengemudi, Jamsi, dalam perjalanan jalan sangat gelap, mereka kemudian menemui tikungan tajam. Jamsi tak mengira kalau tikungan sangat tajam. "Pas belok, tiba-tiba hilang kendali. Jalanan saat itu licin dan kami lalu jatuh ke jurang dalam itu," kenangnya.
Saat pertama kali mobil terguling, Jamsi langsung menutup mata. Hingga tiba di dasar jurang, ia kemudian sadar dengan kesakitan akibat benturan.
"Saya sadar mobil sudah di jurang dalam keadaan terbalik. Saat itu saya tak tahu harus berbuat apa karena sangat panik. Apalagi saya melihat teman-teman perempuan sudah pingsan dan ada yang teriak menangis," ujar Jamsi.
Ia kemudian melihat dua temannya yang terlihat masih kuat, lalu disuruhnya untuk memanjat tebing dan meminta bantuan. Sementara ia dan teman Renal menjaga lima siswi lain yang sedang dalam kesakitan. "Untung masih ada dari mereka yang sadar," ungkapnya.
Sementara itu, Via Mendame, yang mencari pergi bantuan mengatakan saat itu ia sempat berpikir akan meninggal. "Jurang itu tinggi sekali, pas pertama kali terguling saya sudah pasrah akan meninggal. Saya duduk di baris kedua dan tiga teman saya yang parah mereka di baris paling belakang," ungkapnya.
Saat ia sadar ia begitu bersyukur ternyata masih hidup, meski kepalanya bonyok dan hidung sempat mengeluarkan darah. "Sesaat setelah sadar hidung saya kemudian berdarah," kenangnya.
Dengan kekuatan yang tersisa, ia kemudian bangkit, bergegas memanjat jurang untuk mencari pertolongan. "Tak ada pilihan lain, meski dalam kesakitan saya dan teman harus mencari pertolongan di atas," tegasnya.
Seluruh tenaga Via kerahkan untuk bisa sampai ke atas, badannya bahkan terluka karena terkena semak belukar. Hanya satu tekad yang terus membuatnya kuat untuk tiba di atas, yakni semangat.
"Saya harus semangat untuk teman-teman saya di bawah, karena mereka sangat-sangat butuh pertolongan segera. Dan saya hanya ingin segera dapat pertolongan. Tak tahu arah mana, hanya terus memanjat dan tiba-tiba muncul ke atas," kenangnya lirih.
Dengan tangisan, dalam kegelapan mereka berjalan meminta pertolongan. Beruntung kendaraan mulai lewat satu per satu lalu kemudian membantu mengevakuasi mereka. "Beruntung pertolongan langsung tiba dan masyarakat banyak yang datang menolong," tuturnya.
Peristiwa itu menimbulkan trauma mendalan bagi Via dan teman-temannya. "Saya masih terbayang-bayang dengan kejadian itu, bersyukur kami selamat semua. Semoga kami semua cepat pulih dan takkan terjadi apa-apa," harapnya.
Sebelumnya, rombongan anak SMA tersebut hendak bertolak ke Langowan sehabis dari Manado. Di Manado mereka membawa bantuan ke korban banjir atas nama SMK N 1 Langowan, sekaligus mengecek lokasi untuk Praktek Kerja Lapangan (PKL). (*)