Ibu Hamil Korban Pungli Jampersal Lapor DPRD Sumenep
Program Jampersal yang menggratiskan seluruh biaya kaum ibu yang hendak melahirkan, ternyata pepesan kosong.
Laporan Wartawan Surya Moh Rivai
TRIBUNNEWS.COM, SUMENEP - Program Jaminan Persalinan (Jampersal) yang menggratiskan seluruh biaya kaum ibu yang hendak melahirkan, ternyata masih sekadar pepesan kosong.
Setidaknya di sejumlah daerah di Sumenep, Jawa Timur, ibu hamil dari kalangan warga miskin masih tetap dipungut biaya persalinan, meski sudah menjadi anggota program tersebut.
Seperti halnya yang menimpa Siti Ramla (23), Warga Desa Longos, Kecamatan Gapura Sumenep, dan suaminya Rayis (30).
Pasutri dari keluarga miskin dan tercatat sebagai pemegang kartu miskin ini, harus mengeluarkan dana Rp 1 juta untuk membayar biaya persalinan ke Puskesmas Gapura.
Karena merasa menjadi korban praktik pungutan liar (pungli), Rayis melaporkan hal itu ke Komisi D DPRD Sumenep, Sabtu (1/3/2014). Mengingat surat keterangan miskin (SPM) yang ditandatangani kepala desa setempat ditolak pihak Puskesmas.
Rayis, di hadapan anggota Komisi D DPRD Sumenep, mengatakan kedatangannya ke Dewan untuk mengadukan soal tidak berfungsinya lagi kartu Jampersal dan SPM yang dikeluarkan oleh kepala desa.
Padahal, dia yang istrinya memang keluarga miskin yang sangat tidak mampu membayar biaya persalinan yang sangat besar itu.
"Kami datang untuk menanyakan apakah memang program berobat dan persalinan gratis yang dikhususkan bagi keluarga miskin sudah tidak berlaku lagi. Karena SPM kami ditolak oleh Puskesmas,'' tandas Rayis di hadapan anggota Komisi D DPRD Sumenep.
Dikatakan, biaya persalinan istrinya sebesar Rp 1 juta sangat memberatkan bagi dirinya yang penghasilnya hanya seorang buruh tani. Sehingga untuk membayar itu harus hutang ke tetangga dan kerabatnya agar mendapatkan pelayanan dari Puskesmas.
"Kami sudah membawa SKM dari kepala desa, tapi kami ditolak dan harus membayar biaya persalinan sebasar Rp 1 juta,'' jelas Rayis.
Dalam proses persalinan istrinya, lanjut Rayis, ia dibebani biaya persalinan sebesar Rp 1.250.000. Tentu saja besarnya bayaran tersebut membuat ia terperangah. Karena sudah menunjukkan kartu SPMnya. " Karena tidak punya uang, saya minta keringanan, namun hasilnya hanya dipotong Rp 250.000. Jadi kami harus membayar Rp 1.040.000 aga bisa pulang ke rumah,'' imbuhnya.
Anggota Komisi D DPRD Sumenep, Syaiful Barri,menyayangkan pungutan bagi keluarga miskin oleh petugas puskesmas Gapura. Karena biaya berobat atau proses persalinan keluarga miskin sudah ditanggung oleh pemerintah melalui SPM dan Jampersal.
"Pemerintah sudah menyediakan anggaran untuk biaya berobat pasien miskin, kok masih ada pungutan segala macam, ini pasti ada yang yang tidak beres," katanya.
Karena itu, pihaknya dalam waktu dekat akan memanggil Kepala Dinas Kesehatan Sumenep, dr Rizka agar menjelaskan mengapa Puskesmas Gapura masih memungut biaya persalinan keluarga miskin. Padahal semua biaya persalinan bagi keluarga miskin sudah ditanggung pemerintah.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.