Dua Pembunuh Balita Tak Mau Dihukum Mati
Pelaku mengaku menyesali perbuatannya dan menegaskan tidak ada niat untuk membunuh para korban.
Editor: Dewi Agustina
![Dua Pembunuh Balita Tak Mau Dihukum Mati](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/20140318_093313_sidang-dua-pembunuh-balita-di-pn-semarang.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Dua pria warga Kabupaten Jepara, pelaku pembunuhan dua balita di Kota Semarang, meminta keringanan hukuman agar tidak dihukum mati. Pelaku mengaku menyesali perbuatannya dan menegaskan tidak ada niat untuk membunuh para korban.
Dua terdakwa, Ahmad Musa (28) dan Abdur Rohman (32) adalah warga Kecamatan Mayong Kabupaten Jepara Jawa Tengah. Musa dan Rohman didakwa telah menghilangkan nyawa dua balita, yakni Kanaya Nadine Aulia Zahrani Wiyono (2) dan Keanu Riefky Antasena Wiyono (1).
Pada pekan lalu, keduanya dituntut hukuman mati. Permintaan tersebut disampaikannya saat membacakan pembelaan diri di Pengadilan Negeri Semarang, Senin (17/3/2014) kemarin.
Di hadapan hakim Bambang Setyanto, para terdakwa memukul dua balita menggunakan linggis karena panik, bukan karena unsur kesengajaan.
"Berdasarkan fakta dan bukti di persidangan, bahwa tidak ada niat maupun kesengajaan yang dilakukan para terdakwa. Terdakwa juga menyesal telah melakukan pemukulan terhadap dua balita hingga menyebabkan korban meninggal dunia. Untuk itu, kami mohon majelis untuk memberi keringanan hukuman," kata Penasihat Hukum terdakwa dalam sidang, Nugroho Budiantoro.
Sama seperti jaksa, Nugroho juga menyesalkan tindakan terdakwa menghilangkan dua nyawa yang tak bersalah. Tindakan itu dianggapnya sebagai reaksi spontan agar keadaan kondusif.
"Terdakwa juga semula tak ada niat untuk mencuri, namun karena keadaan yang sepi membuat perbuatan pidana itu dilakukan," ungkapnya.
Soal hukuman mati, Nugroho juga membela kliennya berhak untuk hidup. Meski telah mengaku membunuh dua balita, hukuman mati di Indonesia berlaku untuk kasus pengecualian hukum.
Diibaratkannya, hukuman mati diberlakukan bagi seorang yang tidak ada obat terkecuali dengan amputasi.
"Selain itu, hukuman mati juga bertentangan dengan deklarasi Hak Asasi Manusia," timpalnya.
Para terdakwa dinilai terbukti melanggar ketentuan dalam dakwaan pertama. Yakni pasal Pasal 365 ayat (1) dan (4) KUHP. Pelaku berhasil menggasak gelang emas seberat 10 gram, dua anting bayi, empat cincin, tiga anting, satu liontin, satu ponsel, satu kamera digital. Juga satu ponsel merek Cross milik korban Murni. Total kerugian mencapai Rp 15 juta.
Saat sidang, keluarga korban, baik ayah korban Sugeng Wiyono dan ibu korban Eny Widyanti, terus hadir. Keduanya bersama pihak keluarga lain memantau serta ingin mengikuti hukuman yang pantas bagi pembunuh anak-anaknya itu.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.