Berobat di Klinik Ini, Warga Cukup Bayar dengan Sampah
Jika ingin berkonsultasi dan berobat, warga cukup membayarnya dengan sampah yang telah dikumpulkan di rumahnya masing-masing.
Editor: Budi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM. MALANG - "Sehat tak harus mahal". Kalimat tersebut mendorong dokter Gamal Albinsaid, untuk mendirikan klinik pengobatan bagi warga miskin di Kota Malang, Jawa Timur. Di klinik ini, Gamal ingin menunjukkan bahwa sehat itu tak mahal. Jika ingin berkonsultasi dan berobat, warga cukup membayarnya dengan sampah yang telah dikumpulkan di rumahnya masing-masing.
Gamal mengaku merintis klinik model ini karena dilatarbelakangi pengamatan bahwa kepedulian pemerintah dalam sektor kesehatan untuk warga miskin masih tergolong minim. Anggaran APBN masih tergolong kecil. Namun, walaupun sudah dianggarkan, realisasinya masih belum maksimal dan tak tepat sasaran.
"Kondisi kepedulian dan minimnya anggaran dari APBN untuk menjamin kesehatan warga miskin itu yang membuat kami dan teman-teman semangat untuk menciptakan sebuah kreasi baru guna memudahkan pasien kurang mampu untuk berobat dengan cukup membayar sampah," katanya kepada Kompas.com, Rabu (19/3/2014).
Banyaknya warga yang susah untuk berobat, lanjutnya, disebabkan mahalnya biaya berobat.
Pria berusia 24 tahun itu menegaskan bahwa klinik tersebut didirikannya semata-mata untuk berbuat sesuatu yang nyata. Dia mengatakan kasihan rakyat miskin jika harus menunggu punya uang dulu untuk berobat. Apalagi, kalau memiliki penyakit berbahaya, seperti penyakit jantung dan kencing manis, yang perlu penanganan cepat dan serius.
"Tujuan saya hanya ingin membantu warga miskin yang kesulitan dan tak punya uang untuk berobat. Karena, biaya berobat sekarang semakin mahal. Makanya, sehat ini mahal," ucapnya.
Oleh karena itu konsep membayar dengan sampah dikembangkannya sejak tahun 2010. Kini, sudah berkembang menjadi lima klinik yang beroperasi di sejumlah kecamatan di Kota Malang. Klinik hanya buka pada sore hari hingga malam, yaitu sekira pukul 16.00 WIB hingga 20.00 WIB.
Sebelum berobat, warga harus mendaftar terlebih dulu menjadi anggota klinik. Setiap bulan, warga yang sudah terdaftar menjadi pasien harus menyetorkan sampah kering dengan seharga Rp 10.000. Sampah-sampah tersebut akan diolah oleh tim yang telah dibentuk oleh dokter Gamal.
"Sampah itu akan kita jual ke pemulung sesuai standar harga pasar. Kita yang menjual sampahnya," katanya.
Sekali setor sampah ke pemulung, Gamal dan tim berhasil menjualnya sebesar Rp Rp 200.000. Setiap ada sampah yang dibawa warga langsung dijual ke pemulung.
"Yang penting klinik tetap bisa operasi dan tidak ada kendala soal keuangan. Semoga bisa terus membantu warga miskin," tuturnya.
Dari pantauan Kompas.com, Rabu pagi, sampah-sampah yang dibawa oleh pasien hari itu bertumpuk di luar klinik yang berlokasi di Jalan Kiai Parseh Jaya, Kelurahan Bumiayu, Kecamatan Sukun, Kota Malang.
Sempat terhenti
Gamal bersyukur, kini, sudah ada 500 anggota klinik yang didirikannya itu. Dalam proses mempertahankan kliniknya untuk tetap beroperasi, Gamal mengaku tentu saja menghadapi tantangan. Kliniknya bahkan sempat berhenti beroperasi selama enam bulan.
"Alhamdulillah sekarang bisa dilanjutkan," ungkapnya.