Desa Keron Jadi 'Daerah Terlarang' Bagi Caleg dan Parpol
Menjelang pemilu, hampir di sepanjang jalan, sudut kota, hingga kampung berserakan alat peraga kampanye.
TRIBUNNEWS.COM, MAGELANG - Menjelang pemilu, hampir di sepanjang jalan, sudut kota, hingga kampung berserakan alat peraga kampanye partai politik dan calon anggota legislatif.
Namun, tidak demikian dengan pemandangan di Dusun Keron, Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Di desa yang terletak di lereng Merapi itu, jangan harap bisa menemukan atribut parpol dan caleg sedikit pun. Baik berupa spanduk, poster yang biasanya ditempel di pohon, stiker, maupun pin.
Menurut Sujono (43), tokoh pemuda setempat, pelarangan pemasangan atribut kampanye sudah berlaku di daerahnya sejak puluhan tahun yang lalu ketika parpol belum sebanyak sekarang.
Jono, sapaan akrabnya, menceritakan, pada masa itu ada dua orang warga yang berselisih paham karena pemasangan atribut parpol. Keduanya memang fanatik dengan parpol tertentu. Perselisihan pun hingga berlarut-larut.
"Pertengkaran itu membuat warga lainnya merasa prihatin. Keduanya lantas didamaikan. Semua atribut parpol yang sudah dipasang lalu dicabut dan tidak boleh dipasang lagi. Tidak hanya berlaku untuk dua warga itu saja, tapi untuk seluruh warga kampung," kata Jono, saat ditemui di rumahnya, Kamis (20/3/2014).
Menurut Jono, hingga sekarang peraturan itu masih berlaku. Tidak hanya saat pemilu, peraturan itu juga berlaku saat pemilihan kepala dusun (pilkadus) setempat. Jono berharap peraturan tersebut bisa berlaku selamanya di kampung yang dihuni sekitar 83 kepala keluarga itu.
"Buat apa pasang atribut kalau justru memicu warga kami bertengkar. Dengan begini (tanpa atribut), kami malah hidup tenang, rukun, dan kompak. Lingkungan kampung juga jadi lebih rapi dan indah," ucap Jono yang juga seorang seniman itu.
Menurut bapak dua putra tersebut, konsep seperti ini juga mendidik warga untuk tidak fanatik atau saklek dengan golongan tertentu, serta mengajarkan warga yang mayoritas petani itu untuk tidak ambisius terhadap suatu jabatan. Bagi mereka, jabatan bukanlah hal yang istimewa.
"Bukan artinya kami golput. Kami tetap ikut pemilu. Saya sendiri Ketua KPPS untuk Pileg 9 April 2014 nanti," tandas Jono.
Di samping itu, warga pun tidak melarang para caleg, tim sukses, ataupun calon kepala daerah yang hendak menggelar sosialisasi ke kampung yang memiliki empat RT itu. Syaratnya, hanya dilarang menyebar ataupun memasang atribut dalam bentuk apa pun.
"Kalaupun mereka memaksa memberikan atribut, ya warga tetap tidak akan memasangnya. Pernah ada seorang yang memasang pada malam hari, tapi paginya, warga melepasnya. Ada beberapa dusun yang sudah meniru aturan kami ini," tutur Jono.
Sri Asih, Kepala Dusun Keron, mengakui bahwa kebijakan itu membuat warga lebih rukun dan saling menghargai. Jarang terjadi pertengkaran antarwarga meski suhu politik semakin memanas.
Kendati warga "anti atribut kampanye", lanjutnya, bukan berarti warga anti terhadap politik dan masuk dalam golongan putih (golput). Buktinya, setiap perhelatan pesta demokrasi digelar, warga antusias datang ke tempat pemungutan suara (TPS) untuk memberikan hak politiknya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.