Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pemeriksaan dan Penyidikan Kasus Rekayasa Penjambretan Cacat Hukum

Ketua tim kuasa hukum Kuat dan Boma, M Riza Kurniawan, mengatakan proses pemeriksaan dan penyidikan terhadap kliennya dari semula cacat hukum.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Pemeriksaan dan Penyidikan Kasus Rekayasa Penjambretan Cacat Hukum
Tribun Jateng/Yayan Isro Roziki
Kuat Suko Setyono dan Boma Indarto menjalani persidangan. Mereka mengaku sebagai korban kasus rekayasa penjambretan. 

Laporan Wartawan Tribun Jateng, Yayan Isro Roziki

TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Kuat Suko Setyono dan Boma Indarto, tak menyangka sebagian episode hidupnya akan dihabiskan di balik jeruji besi penjara. Kedua warga Kuningan, Semarang Utara tersebut mengaku menjadi korban rekayasa kasus penjambretan di Tanah Putih, akhir Oktober 2013 silam, yang menewaskan Rita Sugiarti.

"Sumpah demi Tuhan, demi anak-istri, saya tidak melakukan penjambretan itu," kata Kuat, dari balik ruang tahanan Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Selasa (1/4/2014).

Hari itu, Kuat dan Boma, dijadwalkan menjalani sidang yang mengagendakan pembacaan pledoi (pembelaan), setelah sebelumnya jaksa menuntut mereka pidana penjara selama 18 tahun penjara. Jaksa menilai mereka terbukti melanggar Pasal 365 ayat 4 KUHP.

Ketua tim kuasa hukum Kuat dan Boma, M Riza Kurniawan, mengatakan proses pemeriksaan dan penyidikan terhadap kliennya dari semula cacat hukum. Mereka juga tidak didampingi pengacara saat pemeriksaan berlangsung.

"Kemungkinan, karena keduanya terlanjur ditangkap dan dijadikan sebagai tersangka, maka mau tidak mau kasus ini dipaksakan untuk terus berjalan. Meski sebenanrnya alat bukti yang ada tidak mencukupi," kata Ketua DPC Peradi Kota Semarang ini.

Menurutnya, banyak barang bukti yang dihadirkan dalam persidangan tidak sesuai dengan apa yang tertera dalam BAP.

Berita Rekomendasi

"Semestinya, jaksa mengetahui hal ini, dan menghentikan perkara, karena alat bukti tidak mencukupi. Oleh karena itu, demi hukum, kami mmemohon majelis hakim untuk membebaskan keduanya," sambung dia.

Dugaan rekayasa kasus bukan kali ini saja terjadi. Sebelumnya, keluarga Shofi Udin, yang dituding sebagai pelaku penjambretan di depan SMA Don Bosco, yang juga mengakibatkan korban tewas, melaporkan kasus tersebut ke Kantor Penghubung Komisi Yudisial (KY) Semarang. Rustam, keluarga Shofi Udin, melaporkan proses persidangan terhadap adik iparnya tersebut sebagai peradilan sesat.

"Di pengadilan negeri, adik saya divonis empat tahun penjara. Di tingkat banding dan kasasi justru naik jadi enam tahun, tapi kami sekeluarga tak lelah untuk memperjuangkan keadilan untuk Shofi Udin," kata Rustam.

Sementara, Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Semarang, Teguh Imanto, mengatakan jaksa bisa meyakini seseorang terlibat kejahatan atau tidak berdasarkan dari BAP kepolisian. Jika syarat formil dan materiil sudah lengkap, maka perkara kemudian dapat dilanjutkan ke persidangan.

"Kalau di dalam persidangan selanjutnya muncul adanya dugaan rekayasa, maka jaksa biasanya memanggil saksi verbalisan," ujar dia.

Sumber: Tribun Jateng
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas